Senin, 21 Desember 2015

Sistem Kemasyarakatan yang Bias Gender

Sistem Kemasyarakatan yang Bias Gender
Sistem Kemasyarakatan bias gender diawali dengan  sebuah sistem patriarki. Patriarki pada dasarnya merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan kaum laki-laki sebagai sosok otoritas utama serta sering ditempatkan sebagai pemilik sentral organisasi sosial. Salah satu contohnya adalah posisi ayah dalam keluarga. Di dalam keluarga, khususnya di Indonesia, ayah masih sering dianggap sebagai satu-satunya pemilik otoritas terhadap anak-anak, harta benda, dan keluarganya. Secara tersirat, kita melihat bahwa sistem yang ada di dalam budaya patriarki ini memposisikan kaum perempuan sebagai subordinasi sedangkan laki-laki memiliki hak yang lebih istimewa. Mari kita bahas lebih jauh tentang sejarah budaya patriarki yang ada di Indonesia.


Budaya patriarki yang ada di Indonesia juga dipengaruhi dengan adanya sistem patrilineal. Patrilineal merupakan adat masyarakat yang mengatur alur atau garis keturunan dari pihak laki-laki atau ayah. Ada kemiripan istilah antara patriarki dan patrilineal. Kedua kata tersebut sama-sama mengandung satu kata yang sama, yaitu “pater” yang berarti ayah. Indonesia merupakan negara yang terdiri atas banyak suku dan budaya. Selain budaya patrilineal, juga ada budaya matrilineal. Kebalikan dari patrilineal, matrilineal ini merupakan adat masyarakat yang menyatakan garis atau alur keturunan berasal dari pihak perempuan atau ibu. Budaya matrilineal ini tergolong jarang digunakan terutama di Indonesia.
Disadari atau tidak, saat ini kita masih merasakan adanya bias gender. Salah satu penyebab utama terjadinya bias gender ini adalah karena masih kentalnya budaya patriarki yang ada di Indonesia. Kesempatan perempuan untuk bisa berkiprah dan berperan aktif di segala bidang masih sering dibatasi. Bahkan ada peraturan dan hukum yang disinyalir bias gender karena masih ada unsur diskriminasi pada kaum perempuan. Skala upah untuk perempuan kadang-kadang masih berada di bawah skala upah laki-laki.



Kentalnya pola patriarki di Indonesia menyebabkan sulitnya meningkatkan keseteraan gender terhadap perempuan. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa seorang perempuan pada akhirnya hanya bisa menjadi perempouan rumahan saja. Sehingga, masih banyak keluarga yang tak mengijinkan anak perempuannya untuk mengakses pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ketika kaum perempuan tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak, maka kaum perempuan akan terus didiskriminasi. Diskriminasi seperti ini pada akhirnya menciptakan ketimpangan sosial dan keadilan antara perempuan dan laki-laki. Salah satu penyebab awal terbentuknya budaya patriarki adalah adanya perbedan biologis antara laki-laki dan perempuan. Sebagian masyarakat Indonesia masih memiliki pola pikir bahwa kaum perempuan tidak memiliki otot sekuat kaum laki-laki. Padahal, yang harus kita pahami lebih dalam adalah bahwa kekuatan fisik tidak bisa dijadikan alasan masyarakat untuk memperlakukan kaum perempuan lebih rendah dari kaum laki-laki.



Masih banyaknya penduduk atau masyarakat Indonesia yang menganut “kepercayaan” bahwa kaum perempuan itu lebih lemah dari kaum laki-laki menjadi penyebab ideologi patriarki yang masih melekat kuat dalam kehidupan sehari-hari. Jika perempuan ingin bekerja, maka ruang yang disediakan lebih banyak ke ranah domestik. Selain itu, di Indonesia sendiri masih ada anggapan bahwa secara ekonomi kaum perempuan masih tergantung pada kaum laki-laki. Dengan kata lain, perempuan tidak perlu mengembangkan karir atau pekerjaannya karena nantinya sang suami juga lah yang akan menghidupinya. Akibatnya, kaum perempuan “dipaksa” untuk menggantungkan seluruh hidupnya pada kaum laki-laki atau sang suami.
Di Indonesia, sistem perjodohan masih berlaku di beberapa daerah. Sang perempuan pasrah menerima sebuah perjodohan sedangkan laki-laki bisa bebas menentukan calon istrinya. Masih banyaknya keluarga yang menganut sistem patriarki membuat tidak semua anak perempuan bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Jika di dalam keluarga saja, perempuan tak bisa mendapatkan haknya untuk memperolah pendidikan yang layak, maka sistem patriarki masih akan terus melekat kuat di masyarakat Indonesia. Ada satu hal lagi yang menyebabkan budaya patriarki masih berakar kuat di Indonesia, yaitu kaum perempuan masih sering ditempatkan pada posisi marginal. Ada sebuah kewajiban atau keharusan tak tertulis yang menyatakan bahwa perempuan hanya boleh tinggal di rumah dan melakukan semua pekerjaan rumah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar