Sistem Kemasyarakatan
yang Bias Gender
Sistem
Kemasyarakatan bias gender diawali dengan sebuah sistem patriarki. Patriarki
pada dasarnya merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan kaum laki-laki
sebagai sosok otoritas utama serta sering ditempatkan sebagai pemilik sentral
organisasi sosial. Salah satu contohnya adalah posisi ayah dalam keluarga. Di
dalam keluarga, khususnya di Indonesia, ayah masih sering dianggap sebagai
satu-satunya pemilik otoritas terhadap anak-anak, harta benda, dan keluarganya.
Secara tersirat, kita melihat bahwa sistem yang ada di dalam budaya patriarki
ini memposisikan kaum perempuan sebagai subordinasi sedangkan laki-laki
memiliki hak yang lebih istimewa. Mari kita bahas lebih jauh tentang sejarah
budaya patriarki yang ada di Indonesia.
Budaya
patriarki yang ada di Indonesia juga dipengaruhi dengan adanya sistem
patrilineal. Patrilineal merupakan adat masyarakat yang mengatur alur atau
garis keturunan dari pihak laki-laki atau ayah. Ada kemiripan istilah antara
patriarki dan patrilineal. Kedua kata tersebut sama-sama mengandung satu kata
yang sama, yaitu “pater” yang berarti ayah. Indonesia merupakan negara yang
terdiri atas banyak suku dan budaya. Selain budaya patrilineal, juga ada budaya
matrilineal. Kebalikan dari patrilineal, matrilineal ini merupakan adat masyarakat
yang menyatakan garis atau alur keturunan berasal dari pihak perempuan atau
ibu. Budaya matrilineal ini tergolong jarang digunakan terutama di Indonesia.
Disadari
atau tidak, saat ini kita masih merasakan adanya bias gender. Salah satu
penyebab utama terjadinya bias gender ini adalah karena masih kentalnya budaya
patriarki yang ada di Indonesia. Kesempatan perempuan untuk bisa berkiprah dan
berperan aktif di segala bidang masih sering dibatasi. Bahkan ada peraturan dan
hukum yang disinyalir bias gender karena masih ada unsur diskriminasi pada kaum
perempuan. Skala upah untuk perempuan kadang-kadang masih berada di bawah skala
upah laki-laki.
Kentalnya
pola patriarki di Indonesia menyebabkan sulitnya meningkatkan keseteraan gender
terhadap perempuan. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa
seorang perempuan pada akhirnya hanya bisa menjadi perempouan rumahan saja.
Sehingga, masih banyak keluarga yang tak mengijinkan anak perempuannya untuk
mengakses pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ketika kaum perempuan tidak
bisa mendapatkan pendidikan yang layak, maka kaum perempuan akan terus
didiskriminasi. Diskriminasi seperti ini pada akhirnya menciptakan ketimpangan
sosial dan keadilan antara perempuan dan laki-laki. Salah satu penyebab awal
terbentuknya budaya patriarki adalah adanya perbedan biologis antara laki-laki
dan perempuan. Sebagian masyarakat Indonesia masih memiliki pola pikir bahwa
kaum perempuan tidak memiliki otot sekuat kaum laki-laki. Padahal, yang harus
kita pahami lebih dalam adalah bahwa kekuatan fisik tidak bisa dijadikan alasan
masyarakat untuk memperlakukan kaum perempuan lebih rendah dari kaum laki-laki.
Masih
banyaknya penduduk atau masyarakat Indonesia yang menganut “kepercayaan” bahwa
kaum perempuan itu lebih lemah dari kaum laki-laki menjadi penyebab ideologi
patriarki yang masih melekat kuat dalam kehidupan sehari-hari. Jika
perempuan ingin bekerja, maka ruang yang disediakan lebih banyak ke ranah
domestik. Selain itu, di Indonesia sendiri masih ada anggapan bahwa secara
ekonomi kaum perempuan masih tergantung pada kaum laki-laki. Dengan kata lain,
perempuan tidak perlu mengembangkan karir atau pekerjaannya karena nantinya
sang suami juga lah yang akan menghidupinya. Akibatnya, kaum perempuan
“dipaksa” untuk menggantungkan seluruh hidupnya pada kaum laki-laki atau sang
suami.
Di
Indonesia, sistem perjodohan masih berlaku di beberapa daerah. Sang perempuan
pasrah menerima sebuah perjodohan sedangkan laki-laki bisa bebas menentukan
calon istrinya. Masih banyaknya keluarga yang menganut sistem patriarki membuat
tidak semua anak perempuan bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Jika di
dalam keluarga saja, perempuan tak bisa mendapatkan haknya untuk memperolah
pendidikan yang layak, maka sistem patriarki masih akan terus melekat kuat di
masyarakat Indonesia. Ada satu hal lagi yang menyebabkan budaya patriarki masih
berakar kuat di Indonesia, yaitu kaum perempuan masih sering ditempatkan pada
posisi marginal. Ada sebuah kewajiban atau keharusan tak tertulis yang
menyatakan bahwa perempuan hanya boleh tinggal di rumah dan melakukan semua
pekerjaan rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar