Kamis, 10 Desember 2015

Responding Paper Fahad Muhammad Al-Faruq



Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi : Perbandingan Agama / V / B
Responding paper Tofik 1
Sejarah dan Pengertian Feminisme
Ketidakadilan gender sudah berlangsung sejak berabad-abad silam, dimana budaya patriarki sangatlah merajalela. Dari akar sejarah maka dapat dilacak keberadaan dominasi patriarki, pada sejarah agama maka akan dapat didapatkan catatan bahwa ketidakadilan gender sudah berlangsung, baik itu pada sejarah Yahudi, Kristen, maupun Islam, yang mana teks tafsiran terhadap agama yang dianggap tidak sesuai dengan keadilan karena cenderung pada diskriminasi gender terhadap perempuan.
Dan para filsuf fun tidak ketinggalan seperti Socrates dengan domestikasinya, Aristoteles dengan tidak setaranya antara laki-laki dan feremfuan, Darwin dengan teori yang menyebutkan bahwa otak perempuan lebih kecil, dan Imanuel Kant yang menyatakan bahwa wanita adalah makhluk yang uneducable, yaitu makhluk yang tidak bisa dididik.
            Maka ada abad ke 18 lahirlah gerakan-gerakan feminisme sebagai buah dari revolusi perancis yang mengusung semangat egaliter atau persamaan derajat. Ketika para lelaki Eropa sibuk dengan urusan pekerjaannya, sibuk mengurisi hal-hal diluar rumah, mengurusi pabrik-pabrik, maka perempuan hanya tinggal di dalam rumah dan duduk manis sambil merajut/ menyulam, menunggu suaminya pulang dan beristirahat di rumah. Hal ini berlangsung lama hingga akhirnya perempuan Eropa merasa jenuh dan menginginkan hal yang serupa dengan laki-laki. Mereka ingin bekerja dan menyibukkan diri di luar rumah.
Keadaan sosial di Eropa pada masa itu—Revolusi Perancis, Revolusi Industri, Rennaisance, memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap lahirnya gerakan perempuan yang lazim dengan sebutan gerakan feminisme. Yakni gerakan yang menyuarakan hasrat dan tuntutan keadilan dari kaum perempuan. Sebuah teori mengatakan bahwa feminisme sebagai sebuah ideologi pembebasan perempuan karena semua pendekatannya terkait dengan ketidakadilan yang dialami perempuan berdasarkan jenis kelaminnya sebagai perempuan (Maggie Humm, 1990).
Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki. Feminisme lahir di Eropa, dari perkumpulan perempuan terpelajar kalangan bangsawan di Middleburg, Belanda 1785. Dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoret. Pergerakan ini kemudian pindah ke Eropa dan berkembang pesat.Permasalahan utama Gender adalah bahwa dalam realita sosial yang bersifat real ini, ternyata masih juga didapati kenyataan bahwa terdapat banyak ketidakadilan gender berupa diskriminasi, subordinasi, stereotip, bahkan pelecehan seksual serta kekerasan dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.
Lalu pada tahun 1990 diadakanlah konvrensi Feminisme di Ohaio mengenai hak-hak peremfuan seperti hak untuk berpartisifasi dalam politik dan hak untuk memilih.

Teori-teori Feminisme
Dalam hal ini tidaklah sedikit dari adanya teori-teori feminisme, ada 5 macam bagian dari teori ini yaitu :
ü  Feminism Liberal : teori ini bertumpu pada Human equality, Human Rasionality, dan Individual Rights. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Dan juga bahwa feremfuan adalah makhluk yang rasional artinya sama dengan laki-laki memfunyai fotensi akal. Dan feremfuan juga memfunyai hak-hak individu sama dengan laki-laki yang harus dijaga hak-hak tersebut.
ü Feminism Radikal : Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki.Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik.
ü  Feminisme Marxis : Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Fada teori ini maka yang ditekankan adalah fembedaan biologis, ferbedaan kelas antara kaum borhuis dan floretar, dan juga hubungan froduksi bahwasanya feremfuan juga bisa bermanfaat dalam ranah froduksi industri.
ü  Feminisme sosialis : Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan.
ü  Feminisme postcolonial : Dasar pandangan ini berakar dari penolakan universalitas pengalaman perempuan. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami penindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. 








Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi :            Perbandingan Agama / V / B
Responding paper Topik 2
Relasi Gender Dalam Islam
Pemahaman agama berperan besar dalam konstruksi pendiskreditan perempuan, khususnya dalam Islam. Status perempuan dalam Al-Qur’an umumnya mengambil dari ayat-ayat tentang proses penciptaan manusia, contoh:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ  
Artinya:           “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[1] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Maka, pada ayat pertama surat al-Nisa’ kita dapatkan, bahwa Allah telah menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah, yang masing- masing jika beramal sholeh, pasti akan di beri pahala sesuai dengan amalnya. Kedua-duanya tercipta dari jiwa yang satu  (nafsun wahidah), yang mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Semuanya di bawah pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya (ittaqu robbakum).



Dan juga ayat tentang posisi perempuan yang berada di belakang laki-laki:
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$sƒrB  Æèdyqà±èS  ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ŸÒyJø9$# £`èdqç/ÎŽôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& Ÿxsù (#qäóö7s? £`ÍköŽn=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# šc%x. $wŠÎ=tã #ZŽÎ6Ÿ2 ÇÌÍÈ  
Artinya:           ”kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”
Dalam ayat tersebut nampak secara tekstual bahwa seolah-olah laki-lakilah yang layak menjadi pemimpin bagi perempuan, akan tetapi semua manusia adalah pemimpim (“Kaliah semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”). Islam mengangkat derajat manusia dan memberikan kepercayaan yang tinggi, karena setiap manusia secara fungsional dan social adalah pemimpin.[2]
Rasulullah memberikan gambaran yang lebih konkret, yaitu di dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam perkembangan budaya beliau menempatkan laki-laki dan perempuan pada bidang tertentu, tapi masing-masing tetap berpotensi sebagai pemimpin.  Itu yang ditegaskan dalam lanjutan hadits tadi, “Lelaki adalah pemimpin keluarga, sementara perempuan adalah pemimpin di rumah tangga”. Ini adalah penjelasan yang berkaitan dengan perkembangan peradaban dan budaya manusia, yang pada gilirannya menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga, artintya laki-laki berfungsi sebagai suami, dan ayah itu berarti pemimpin untuk seluruh keluarga.
Al-Qur’an tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan sebagai manusia. Di hadapan Tuhan, lelaki dan perempuan memiliki derajat yang sama. Namun masalahnya terletak pada implementasi atau operasionalisasi ajaran tersebut. Banyak factor seperti lingkungan budaya dan tradisi yang patriarkat, system (termasuk system ekonomi dan politik), serta sikap dan perilaku individual yang menentukan status kaum perempuan dan ketimpangan gender tersebut.
Dalam pandangan mazhab. Menurut Abu Hanifah seorang perempuan dibolehkan menjadi hakim, tetapi tidak boleh menjadi hakim dalam perkara pidana. Sementara Imam Ath-Thabari dan aliran Dhahiriyah membolehkan seseorang perempuan menjadi hakim dalam semua perkara, sebagaimana mereka membolehkan kaum perempuan untuk menduduki semua jabatan selain puncak kepemimpinan negara.
Tugas dan Kewajiban suami Istri
a.    Taat dan berbakti kepada suami
Ini adalah salah satu kewajiban wanita muslimah yang senantiasa menjalankan agamanya yaitu selalu mentaati perintah suaminya, tanpa bantahan , berbakti dan berusaha mencari keridhaan. Adapun tokoh kisah wanita muslimah yang teladan diantaranta : Sayyidah fatimah az-zahra yang merupakan putri Nabi Muhammad SAW dan istri dari Ali bin Abi Thalib.
b.    Berbakti kepada ibu mertua dan menghormati keluarganya
Salah satu bentuk bakti wanita muslimah yang cerdas dan perlakuannya yang baik terhadap suaminya adalah memuliakan, menghormati, dan menghargai ibunya. Demikian ini karena kesadaran dan memahami petunjuk agamanya yang mengetahui bahwa manusia yang besar haknya atas seorang laki-laki adalah ibunya.
c.    Diantara kewajiban suami
Dan inilah bentuk kewajiban suami yaitu mengayomi dan memimpin istri dengan baik, dan kebaikan ini tidak akan tercapai apabila suami pandai dalam mengendalikan dan memimpin keharmonisan keluarganya
d.   Berusaha memperoleh kasih sayang suami dan ridhanya
Wanita muslimah selalu berusaha untu mendapatkan kasih sayang suaminya dan sekaligus menjaga agar suaminya selalu bahagia dan terus- menerus memberikan keridhaan kepadanya, hidup dalam keluasaan dan kebahagiaannya tidak dikeruhkan oleh tindakan tindakannya yang kurang berkenan. Seperti : mengucapkan kata-kata yang tidak selayaknya di ucapkan.
e.    Tidak menyebarluaskan rahasia suami
Menyebarluaskan rahasia suami sama saja seperti menyebarluaskan aib sendiri. Wanita muslimah yang bertakwa tidak akan ceroboh untuk bertindak hal seperti ini. Rasulullah bersabda “sesungguhnya orang paling buruk kedudukannya disisi Allah pada hari kiamat kelak adalah laki laki yang menggauli istrinya, dan wanita yang menggauli suaminya kemudian salah seorang dari keduanya menceritakan rahasia suami atau istri itu”.
f.     Mendorong suami untuk berinfak di jalan Allah
Wanita muslimah yang berada dibawah bimbingan islam terhadap suaminya adalah dia selalu mendorong untuk mengeluarkan infak dan sedekah serta derma di jalan Allah.
g.    Senantiasa berhias untuk suami
Wanita muslimah akan berpenampilan menarik dengan berdandan dengan berbagai macam perhiasan bagi suaminya, selalu menyenangkan pandangan suaminya.
h.    Menyambut suami dengan mesra dan menyenangkan
Diantara sifat yang menjadikan wanita Muslimah semakin cantik dihadapan suaminya adalah ceria, riang, ramah tamah dan menyenangi kehidupan suami, sehingga menimbulkan keluarga yang harmonis
i.      Sangat toleransi dan pemaaf
Wanita muslimah memiliki toleransi yang sangat besar dan pemaaf atas kesalahan dan kehilafan yang dilakukan sang suami. Tidak lagi mengingatnya dan tidak menyebutkan dari waktu ke waktu.



[1]  Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan.
[2] Lily Zakiyah Munir, Memposisikan Kodrat : Perempuan dan Perubahan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), h. 69-70.







Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi :            Perbandingan Agama / V / B
Responding paper Topik 3

PEREMPUAN, AGAMA DAN PERUBAHAN SOSIAL DALAM ISLAM
a.    Kondisi Perempuan Pra Islam
Kondisi perempuan dalam Islam bisa didapati dalam konteks sejarah peradaban kuno baik itu pada masa peradaban Yunani kuno ataufun peradaban sungai kuning Cina. Turunnya agama Yahudi dan Kristen, dan kebudayaan Jahiliyah. perempuan sebelum Islam sama sekali tidak berdaya. Tradisi yunani menjadikan perempuan sebagai harta benda yang bisa diperjualbelikan dan diwariskan. Sementara laki-laki menguasai seluruh hak-hak yang sebenarnya milik perempuan.
Dalam peradaban romawi, wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Kekuasaan iu mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh. Segala hasil usaha wanita, menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki. Peradaban hindu dan cina apalagi. Hak hidup seorang wanita yang bersuami, harus berakhir pada saat kematian suaminya. Istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar, kadang sering dijadikan sesajen bagi apa yang mereka namakan dewa-dewa.
Dalam ajaran yahudi, martabat wanita samadengan pembantu.ayah berhak menjual anak perempuan kalau ia tidak mempunyai saudara laki-laki. Ajaran mereka menganggap wanita sebagai sumber laknat karena dialah yang menyebabkan adam terusir dari surga.
Orang jahiliyah beranggapan bahwa perempuan terlahir untuk diperbudak. Maka dari itu banyak perempuan yang menjual dirinya, menjadi budak, dan sebagainya. Harkat dan martabat perempuan selalu diinjak-injak, dilecehkan, dikasarkan, bengis, seperti halnya suatu barang yang tidak ada harganya. Mereka menjual dirinya secara terang-terangan atau sengaja membuka pintu rumah mereka agar dimasuki laki-laki. Banyak dari  mereka berharap dari para bangsawan, agar mereka dapat keturunan bangsawan. Lalu ada juga yang memakai jasa paramormal, jika mereka tidak mengetahui identitias ayah sang bayi,  maka akan diterawang atau dicari ciri-cirinya yang sama persis dengan ayahnya. Perang sering terjadi di kalangan bangsa Arab antar suku, dan yang sering menjadi tentara perang, adalah laki-laki yang notabenenya kuat dan tangguh. Tidak seperti perempuan yang dianggap lemah, dan dianggap tidak sanggup untuk berperang.
Hanya mereka (perempuan) yang beruntung, yang dapat tumbuh dan berkembang hingga dewasa untuk mengambil andil dalam memperjuangkan hidupnya atau bertahan hidup. Seperti yang kita ketahui bahwa jahiliyah merupakan masa kegelapan, dimana orang-orang jahiliyah tidak mengenal Tuhannya, dan masih buta akan Tauhid.


b.   Peran perempuan dalam membangun masyarakat Muslim di masa awal Islam.
Pada masa awal Islam, baik saat Islam itu lahir maupun kemudian saat Islam berkembang, muncul beberapa tokoh perempuan yang mempunyai peren penting. Tokoh-tokoh tersebut tidak lain merupakan orang-orang terdekat dengan pembawa Islam itu sendiri yaitu Rasulullah Muhammad seperti : istri, putri, dan kerabat dekat beliau. Terutama pada masa awal di mana Islam lahir, tokoh perempuan yang berperan merupakan istri dan putri beliau sendiri. Misalnya Khadijah dan Aisyah yang merupakan istri Rasul, dan Fatimah yang merupakan putri beliau.
Feran wanita fada masa awal fembangunan Islam bisa dilihat dari mulai siti Khadijah, yang mana beliau yang menjadi felindung Rasulullah dalam menjalankan dakwahnya dari gangguan fara kafir Quraisy. Lalu ada Asma’ binti Abi Bakr yang menjadi fenolong Rasulullah bersama Abu Bakr di Gua Tsur.
Salah satu aktivitas sosial yang banyak diminati kaum perempuan muslimah pada masa awal sejarah peradaban Islam adalah bidang kependidikan dan pelayanan sosial, untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan. Sejarah mencatat peran tokoh-tokoh wanita seperti Syifa’ bint Ubaidillah, Hafshah binti Umar bin Khatab, Karimah bint Miqdad yang menggerakkan pemberantasan “buta huruf” di tengah masyarakat Islam yang baru berkembang di Madinah, sehingga dalam waktu yang relatif singkat perempuan  muslimah di kota Madinah dan sekitarnya sudah mampu membaca dan menulis, padahal ketika Rasulullah datang di Madinah hanya ada 5 (lima) orang perempuan  di sana yang bisa membaca dan menulis. Islam telah menanamkan doktrin “semangat berbagi” (semangat yang mendorong kepedulian untuk membantu dan menolong orang lain yang membutuhkan).
c.     Marginalisasi perempuan dalam sejarah Islam pasca Rasulullah
Pada saat setelah Rasulullah wafat, maka pada masa Khulafa’ al-Rashedeen feremfuan masih mempunyai peran yang sangat fenting dalam duni Islam pada waktu itu. Terbukti dengan dipercayanya Hafsah binti Umar bin Khatab sebagai pemegang Mushaf Al-Qur’an fada waktu itu. Dan juga pada kancah perpolitikan ada Ummu al-Mukminin ‘Aishah yang menjadi pemimpin dalam perang Jamal melawan kubu Ali bi Abi Thalin tatkala ada sengketa tentang pengusutan kematian Khalifah Utsman bin ‘Affan. Ummu al-Mukminin ‘Aishah menjadi Pemimpin dari kubu Madinah yang menuntut agar para pelaku pembunuh Utsman diungkap dan segera dilakukan Qishas. Ini membuktikan bahwa perempuan masih dianggap setara dengan laki-laki karena bisa menjadi pemimpin dalam perang.
Akan tetapi sesudah masuk pada masa dinasti Umayyah, maka semangat Tribalisme Arab kembali mencuat dan menguat di kalangan Arab maufun non Arab pada saat itu. Sehingga Ras Arab dianggap sebagai ras nomer satu, dan ras non-Arab adalah ras rendah. Maka dari kembali munculnya semangat Tribalisme yang semfat dihilangkan oleh Rasulullah ini muncul kembali juga rasa Fatriarki yang melekat pada semangat Tribalisme, dan semenjak era dinasti Umayyah, maka wanita kembali dianggap menjadi makhluk kelas dua.





Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi :            Perbandingan Agama / V / B
Responding paper Tofik 1
Sejarah dan Pengertian Feminisme
Responding Paper Mesir, Iran, Turki

Mesir, Turki dan Iran merupakan negara yang menjadi kiblat dan arah bagi gerakan pembaharuan di dalam dunia Islam. Dalam perkembangan sejarah, ketiga negara tersebut banyak melahirkan tokoh-tokoh pembaharu seperti Muhammad ‘Abduh, Rashed Ridha, Murtadha Mutathahari, Imam Khumaini, Mustafa Kemal Attaturk. Dan begitu pun dalam dunia wanita dengan bingkai gender dan feminisme, ketiga negara ini juga banyak melahirkan tokoh-tokoh wanita dalam gerakan feminisme dan kesetaraan gender.
Berikut adalah pemaparan tentang bagaimana pergerakan perempuan yang berada di tiga negara Muslim, yakni Mesir, Iran dan Turki dalam hal perjuangan menegakkan keadilan dan/atau kesetaraan bagi kaum perempuan.

1.      Mesir
Perkumpulan yang terbentuk saat itu adalah mengenai kajian pergerakan perempuan di Mesir (Egypt) yang dimulai tahun 1919 dan ditandai dengan munculnya aktipis feminis yang tergabung dalam the Egyptian Feminist Union (EFU) dipimpin oleh Huda Sha’rawi.
Fokus perjuangannya adalah hak-hak politik perempuan, perubahan hukum status perseoranganperceraian, poligami, persamaan akses pendidikan baik ditingkat lanjutan maupun perguruan tinggi, dan berbagai pengembangan tentang kesempatan profesional bagi perempuan.
Sementara itu, pada periode 1945-1959 muncul organisasi perempuan, yaitu Bint el-Nile (Daughter of the Nile) yang dipimpin oleh Doria Shafik. Pergerakan ini sebagai suatu yang baru dan menyegarkan gerakan feminis, bertujuan untuk  memproklamirkan hak-hak politik secara penuh bagi perempuan.
Pergerakan perempuan mulai menyusut, dan terjadi pada masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser (1952-1970) ditandai dengan pengendalian ruang gerak organisasi perempuan.
Salah seorang tokoh perempuan yang bergerak dalam bidang politik yaitu Bothaina Kamel, dia mencalonkan diri menjadi seorang presiden, namun pada akhirnya dia tidak mendapatkan posisi yang diinginkan.
Pergerakan perempuan di Mesir semakin hari semakin diakui dan mendapat tempat yang strategis, terutama dalam ranah politik. Piagam Perempuan Mesir-pun terbentuk dalam badan PBB, hal ini menjadi indikasi bahwa hak-hak perempuan sudah diakui dan melembaga. Perempuan Mesir saat itu juga terlibat dalam persatuan al-Ikhwan al-Muslimin. Salah satu tokohnya yaitu Hoda Abdel Moneim.

2.      Iran
Pada masa revolusi Iran, perempuan telah menjadi yang terdepan dalam repolusi Islam. Perempuan dengan ruang pripatnya sebagai seorang ibu maupun istri, telah memberikan pengaruh yang besar terhadap kemajuan repolusi. Imam Khomeini berkata: “Seandainya kaum perempuan tidak berpartisipasi dalam kebangkitan, repolusi Islam tidak akan Berjaya.”
Dalam perang, transformasi politik, pawai keagamaan dan demonstrasi politis kaum perempuan juga berperan besar. Dibidang sains, pembangunan dan berbagai persoalan sosial kaum perempuan Iran terlihat secara intensif dan kontinyu. Berbeda dengan masa Pahlepi, perempuan pada masa ini memiliki kesadaran yang tinggi terhadap perjuangan perempuan.
Berkat repolusi Islam, perempuan tergiring ke jalan yang sangat ideal. Dengan tetap mempertahankan hijab, wibawa Islam dan kualitas ketakwaannya, perempuan tetap berjaya—dalam bidang politik, sosial, jihad, sains dan ilmu keagamaan.
Dibandingkan 22 tahun lalu, hak-hak perempuan Iran sekarang jauh lebih baik. Kebudayaan perempuan Iran sangat tinggi. Sebanyak 62 persen lulusan sarjana Iran adalah perempuan. dengan keadaan seperti ini, perempuan Iran berharap bisa sebanding dengan laki-laki.

3.      Turki
Mustafa Kemal Attaturk, pendiri The Founder Of Modern Turkey, melihat jilbab sebagai halangan sekularisasi dan pihaknya di dalam modernisasi Republik Turki. Visi Attaturk belum berhasil sebab kecenderungan agama penduduk Turki, meskipun saat itu jilbab telah dilarang di sekolah-sekolah, unipersitas dan masyarakat sipil. Lebih dari 60% dari perempuan Turki menutupi kepala mereka dengan pilihannya. Tak hanya itu, para sekularis di Turki juga khawatir terhadap Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa untuk kemudian menjadi gerakan keagamaan Islam yang berakar dan dapat meningkatkan profil publik Islam akan jilbab. Tindakan AKP misalnya yang didorong melalui RUU mencabut larangan selama puluhan tahun pada perempuan yang mengenakan jilbab di unipersitas-unipersitas. Dan hal itu merupakan kekecewaan dari pihak sekuler dan sebaliknya merupakan keberhasilan dan keuntungan bagi kelas menengah yang tumbuh konserpatif membentuk basis politik AKP.
Konflik internal atas jilbab di Turki menimbulkan suatu penjajaran menarik terhadap pelarangan jilbab di Eropa. Apa artinya bila negara yang berada diperingkat kedua terbesar mayoritas Muslim di dunia sama seperti negara-negara Eropa lainnya, di mana umat Islam  tidak hanya minoritas tetapi sering terpinggirkan? Disebut-sebut bahwa pemakaian jilbab di Turki dilarang dengan alasan keamanan, sebagai bentuk tindakan anti-terorisme, dan masalah terselubung dengan isu-isu imigrasi. Di Turki, mengenakan jilbab adalah sebuah bentuk perjuangan untuk mendefinisikan identitas. Dimana mengenai hal sosial dan politik dari perjuangan ini yang pada akhirnya akan menentukan masa depan yang sangat berarti bagi Turki.[1]
Perempuan Turki memakai kerudung sebagai simbol resistensi (perlawanan) atas represi (penindasan) dan interpensi (campur tangan) negara terhadap hak determinasi atas tubuh sendiri. Gerakan perempuan Islam di Turki ditandai dengan aksinya melalui simbol kerudung, bahwa negara tidak bisa menguasai perempuan. Yang menarik adalah bagaimana perempuan menegosiasi dirinya di mata negara melalui pakaian. Mereka mulai merintis independensi dana. Mereka hati-hati menerima dana internasional, karena mereka tidak ingin tertolak oleh gerakan kanan hanya gara-gara kecurigaan terhadap  sumber dana.
Itulah selintas gambaran mengenai perjuangan pergerakan perempuan yang ada di tiga negara Islam, yakni Mesir, Iran dan Turki. Dalam pergerakannya membela hak-hak kaum perempuan, mereka berkiprah sesuai/berdasarkan pada isu-isu atau kondisi sosial-politik yang ada di negaranya masing-masing. Sehingga antara satu negara dan negara lainnya—yang telah tersebut di atas, berbeda-beda namun tetap dalam satu suara, yakni berjuang demi kebebasan hidup dan mendapatkan hak-hak  dalam beragama dan bernegara.



[1] Adelia dkk. Makalah: Perjuangan Kesetaraan Gender di Negara Muslim.








Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi :   Perbandingan Agama / P / B
Responding paper Tofik  Islam dan Kesetaraan Gender di Kalangan masyarakat Muslim Indonesia.

A. Negara dan Ideologi Ibuisme Masa Orde Lama dan Orde Baru
Pada masa ini dibagi pada masa pra kemerdekaan dengan dimulainya ada gerakan perempuan sebagai gerakan nasionalis dengan agenda isu ketidakadilan sistem kolonialisme dan perjuangan hak-hak perempuan serta kesetaraan.
Lalu dilanjut dengan kongres perempuan I pada tanggal 22-25 Desember 1928, dengan agenda pendidikan kaum perempuan, yatim piatu, masalah janda, perkawinan, anak, reformasi UU perkawinan dan kejahatan kawin paksa.
Lalu pada kongres perempuan kedua tahun 1936 dengan penagngkatan isu women traficking, hak suara, kantor tenaga kerja perempuan, sanitasi, dan kematian bayi.
Kongres ketiga dengan isu hak suara perempuan dalam politik dan pada tahun 1955 diakui hak pilih perempuan dan perempuan mendapat kursi di parlemen.
Di era Jepang, gerakan perempuan dibubarkan dan muncul organisasi perempuan bentukan Jepang dengan nama Fujichai Jawa Hokokai yang mengagendakan pelatihan pisik perempuan untuk menggalang persatuan bagi jepang secara sembunyi-sembunyi.
Pada era kemerdekaan muncul kembali organisasi perempuan dan dibentuklah KOWANI (kongres wanita indonesia) pada tahun 1946. Di era Soekarno perempuan diakui hak politiknya dan mendapat kursi di parlemen, disahkannya undang-undang berkeadilan gender UU 80/1985 tentang prinsip persamaan upah bagi perempuan.
Di era soeharto lahir UU perkawinan 1974 bagi pns dimana pns tidak boleh bersitri lebih dari satu. Dan dibentuk kementrian muda. Naum pada era orba terjadi subordinasi istri dengan istilah ibuisme, kooptasi ormas, dan mulai muncul LSM perempuan. Baru setelah reformasi kembali wanita mendapat hak dan kebebasan mereka dalam berbagai aspek kehidupan.     
Salah satu usaha untuk memperjuangkan hak-hak perempuan di masa ini adalah ORNOP, ornop yaitu Organisasi Non Pemerintah, yang amana organisasi ini adalah suatu lembaga yang mengupayakan terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat yang termarginalkan secara demokratis, baik dalam kehidupan ekonomi, sosial, hokum, maupun lingkungan.
            Di Indonesia gerakan ini muncul sejak tahun 1970-an, yang ditandai dengan lahirnya YLBHI, LP3ES, Bina Desa, Bina Swadaya, YLKI, dan lain-lain.  
            Penggunaan istilah ornop sering dinilai dan diartikan sebagai lawan pemerintah, sehingga ada upaya untuk menghaluskannya yaitu LSM, Lembaga Swadaya Masyarakat. Pereduksian ornop menjadi LSM dipandang merugikan dan rancu. Ini terbukti dengan masuknya Dharma Wanita kedalam daftar nama LSM di Dunia yang tercantum dalam PBB, padahal Dharma Wanita berada dibwah pemerintah.
            Dimasa tersebut gerakan dan aktipitas LSM tidak memperhatikan perspektif gender, sehingga dalam berbagai kegiatannya kurang memperhatikan kelompok perempuan, yang posisinya paling lemah dalam kehidupan ekkonomi, sosial, dan keadilan hukum. Program-rogram ekonomi lebih banyak  melibatkan kaum laki-laki. Bahkan sulit mendapatkan keadilan dan penilaian imbalan di tempat kerja.
            Ornop yang melindungi perempuan baru dimulai tahun 1980-an. Aktipis perempuan mulai menganalisa kemiskinan di masyarakat. Hasil surpei membuktikan bahwa dalam keluarga miskin, beban hidup perempuan lebih bera dari pada laki-laki.kita lihat kadang-kadangperempua  menangis karena tidak tega melihat rengekan anaknya yang kelaparan akibat kemiskinan, perempuan harus berpikir keras agar dia dapat memperoleh keuntunga hingga akhirnya anak-anaknya dapat tercukupi.
            Di tahun 1980-an lahirlah Kalyanamitra yang melihat kemalangan posis perempuan di sektor ekonomi. Betapa tidak adilnya hukum terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja atau pun di rumah. Perjuangan untuk  mengembalikan hak-hak perempuan tidaklah mudah, banyak tantangan yang dihadapi, seperti peran pemerintah. Namun keadilan sedikit demi sedikit kian bergerak.
            Awalnya mereka melakukan penyadaran pendidikan melalui perpustakaan. Pendidikan ini mulai dilihat oleh ornop pada tahun 1970-an yang membentuk dipisi perempuan dilembaganya dan melakukan analisa gender di semua sektor aktipitas, dari upaya yang hanya bersifat menyadarkan  hingga berkembang kepada gerakan adpokasi terhadap perempuan tindak kekerasan.
            Menjelang jatuhnya Soeharto, lahirlah Suara Ibu Peduli, Koalisi Perempuan, dan lain-lain. Hal ini terjadi setelah kristalisasi dari ornop perempuan yang merasakan perlunya bersama-sama berkoalisi untuk bahu-membahu mencapai tujuan.
            Salah satu contoh gerakan perempuan yakni Geraka Ibu Peduli yang mana mampu menggalang partisipasi masyarakat dalam mendistribusikan kebutuhan mahasiswa disaat mereka berdemo untuk menjatuhkan rezim Soeharto, hingga akhirnya berhasil. Di sini terbukti bahwa  perempuan yang dianggap lemah, tetapi pada saat kritis ternyata memiliki keberanian dan mampu menyuplai makanan untuk mahasisiwa yang berdemo yang jumlahnya ratusan ribu.
            Gerakan-gerakan perempuan sebaiknya tidak berdiri sendiri namun harus dibentuk jaringan kerja dengan LSM lain dan pejabat pemerintah yang mempunyai keberpihakan kepada perempuan agar cita-cita mewujudkan ak asasi perempuan cepat terwujud.
            Pada masa orde baru, bila membicarakan Darma Wanita dari referensi buku yang saya kutif, Dharma Wanita ini lebih bersifat seremonial, rekreatif, ekslusif. Karena Dharma Wanita ini jika suami menjadi kepala jabatan, maka sang istri otomatis akan enjadi ketuanya, padahal bisa jadi sang ketua ini tidak memenuhi standar kualifikasi untuk menduduki Jabatan tersebut. Tentunya kondisi ini semakin tidak efektif karena ia tidak mampu memimpin organisasi dan tidak mampu mengatur anggotanya, apalagi apabila ia tidak memahami ideologi gender. Dalam Dharma Wanita seharusnya lebih mengutamakan mendiskusikan bagaimana usaha penguatan dan pemberdayaan perempuan.

B. Peran Gerakan Perempuan Muslim dalam Memperjuangkan Kesetaran Gender Masa Reformasi
            Dalam ormas Islam seperti Muhammadiyah, kontribusi Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah dalam pelatakan awal keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan, penddikan, pelayanan sosial, kesehatan dan ruang-ruang publik lainnya juga semakin meneguhkan pandangan bahwa terdapat akar kuat keterlibatan ormas Islam dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia.[1][3] Apalagi  meski berada dalam jaringan struktural, kehadiran Pusat Studi Wanita (PSW) di UIN seluruh Indonesia semakin meyakinkan bahwa usaha-usaha mewujudkan keadilan dan kesetaraan Gender telah menjadi pisi umum dikalangan feminis Muslim Indonesia.
            Selain Muhammadiyah, NU pun turut serta dalam gerakan tersebut, yang mana secara struktural dapat dirujuk pada keberadaan Muslimat dan Fatayat yakni dua ormas Islam di bawah NU yang aktif menggulirkan dan memperjuangkan keadilan dan kesetaraan Gender dalam  Islam, terutama dikalangan pesantren, dan secara non struktural dapat dirujuk pada keberadaan program fiqh perempuan P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat) yang dipelopori oleh Masdar F. Mas’udi dan Lies Marcoes Natsir; FK3 (Forum Kajian Kitab Kuning) yang di pelopori oleh Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid; LKAJ (Lembaga Kajian Agama dan Jender ) yang diketuai oleh Musdah Mulia, Rahima (Pusat Informasi, pendidikan dan Pelatihan Hak-hak Perempuan dalam Islam) yang diketuai oleh Farha Ciciek, Husen Muhammad, dan Syafiq Hasyim.

C. Agenda Gerakan Perempuan Muslim ke Depan
            Agenda gerakan muslim kedepan, misalnya dengan cara memperingati setiap moment Hari Ibu dan Hari Karrtini dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang bermuatan edukatif, dan bermanfaat bagi setiap orang. Salah satu contoh misalnya mengadakan seminar kesehatan.
            Dalam kegiatan lain yang berbeda misalnya, agenda perempuan dapat lebih ditekankan pada bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, hal ini karena lebih sesuai dengan jiwa dan watak perempuan, atau pun dalam keterlibatannya di bidang  hukum, walaupun banyak perbedaan antara laki-laki dan perempuan namun secara pragmatis dapat disimpulkan bahwa yang harus ditekankan dalam hal tersebut adalah kemampuan, bukan masalah jenis kelamin, baik laki-laki atau pun perempuan apabila mampu maka tidak jadi masalah dan harus di dukung.



[1][3] Jamhari Ismatu Ropi, Citra Perempuan Dalam Islam; Pandangan Ormas Keagamaan, Gramedia Pustaka Agama, April, Jakarta: 2003, h. 5








Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi :            Perbandingan Agama / V / B
Responding paper Topik:
RELASI GENDER DALAM AGAMA KRISTEN
a.       Kesetaraan Gender dalam al-Kitab
Di dalam alkitab pada Kejadian 1:27 "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka" disini berarti bahwa Allah menciptakan manusia baik perempuan dan laki-laki dengan derajat yang sama dan menurut gambar Allah, disamping itu juga menekankan bahwa manusia itu sama hakekat dengan Sang Pencipta. Hal ini berarti bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makluk yang mulia, kudus dan berakal budi, sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan Allah, dan layak untuk menerima mandat dari Allah untuk menjadi pemimpin dari segala ciptaan Allah. Dari ungkapan "Segambar" dengan Allah ini yang berarti dimiliki tidak hanya laki-laki saja akan tetapi juga perempuan, dan keduanya mempunyai status yang sama. Oleh karena itu tidak dibenarkan adanya diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya dikarenakan perbedaan jenis kelamin.
Alkitab, yaitu pada masa hidup Yesus, diskriminasi dan dominasi laki-laki atas perempuan masih tetap berlangsung. Ketika Yesus mulai mengangkat tugas-Nya, Ia bersikap menentang disriminasi dan dominasi itu. Suatu ketika pemimpin-pemimpin agama Yahudi menangkap seorang perempuan yang kedapatan berzinah lalu dibawa kepada Yesus. Mereka minta supaya perempuan ini dihukum rajam sesuai aturan Yahudi. Tetapi Yesus tidak peduli terhadap permintaan mereka. Pasalnya, mereka menangkap perempuan itu tapi tidak menangkap laki-laki yang tidur dengan dia. Yesus berkata kepada mereka: "Barangsiapa yang tidak berdosa hendaknya ia yang pertama kali merajam perempuan ini". Tidak ada yang berani melakukannya. Akhirnya Yesus menyuruh perempuan itu pulang dengan nasihat supaya tidak berbuat dosa lagi (Yoh 8:2-11).

b.       Perempuan dalam Perspektif Teologi Kristen
Laki-laki dan perempuan meskipun berbeda dalam brbagai hal, tetap merupakan pribadi-pribadi yang mempunyai nilai yang sama. Karena keduanya diciptakan berdasarkan “gambar” Tuhan. ajaran semacam ini, tampak pada naskh pasca-paulus dalam Perjanjian Baru, yang mensistematisir agama Kristen Patriarkhal. Dengan demikian, ajaran ini berlawanan dengan sistem ajaran Kristen kerakyatan awal.
Pada gerakan kristen akhir-akhir ini, terdapat banyak aktivis dan pemikir yang memberikan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Grimke misalnya, menyatakan bahwa kelemahan wanita dalam hal intelektualitas dan kepemimpinan bukanlah hal yang alami, namun karena adanya penyimpangan-penyimpangan sosial. Sekali perempuan dibebeaskan dari ketidakadilan sosial, maka ia akan mendapatkan hk dan kesempatan yang sama.

c.       Keadilan Gender Dalam Keluarga Dalam Gambaran Gereja Katolik
Permasalahan gender dalam Katolik tidak terlepas dari konteks tradisi dan budaya, khususnya budaya agama Yahudi. Dalam agama Yahudi, laki-laki mempunyai posisi yang lebih dominan dibandingkan dengan perempuan. Dominasi ini menciptakan ketidakadilan gender. Ketika suatu perbuatan itu dilakukan oleh laki-laki, maka dianggap sebagai suatu kebenaran. Begitu juga di Indonesia, ajaran kristen tidak dapat terlepas dari budaya warga Indonesia.
Dalam Kejadian 2 disebutkan bahwa Allahg menciptakan manusia dari bumi. Manusia yang pertama kali diciptakan adalah Adam. Kemudian dari tulang rusuk Adam diciptakanlah Hawa. Kemudian disebutkan bahwa Adam jatuh ke dalam dosa karena Hawa. Teks ini memunculkan pandangan bahwa perempuan adalah manusia kedua. Perempuan juga dipandang sebagai sumber dosa. Gereja mengambil teks ini sebagai dasar pandangan hubungan (relasi) antara laki-laki dengan perempuan. Hubungan ini dipandang hanya berdasarkan jenis kelamin saja.

Kritik Feminis Teologi Liberal Terhadap Doktrin Kristen
Sejak rasionalisme berkembang menjadi sebuah aliran yang mengutamakan rasio (akal budi) sebagai sumber ilmu pengetahuan, pengalaman menjadi tidak berdaya, karena bagi rasionalisme sendiri rasio (akal) merupakan sumber ilmu pengetahuan yang dapat dipercaya sehingga rasio tidak memerlukan pengalaman, karena pengalaman hanya dapat berfungsi untuk meneguhkan pengetahuan yang telah didapatkan oleh akal. Sikap skeptis terhadap pengalaman yang diagung-agungkan oleh para penganut aliran empirisme, melahirkan keragu-raguan (skeptis) dalam diri manusia sebagaimana diungkapkan oleh Ernest Renan. Renan, ketika berada dalam situasi skeptis terhadap pengalaman, menulis demikian: kadang-kadang sikap skeptis dan optimistis menghantar kita pada sebuah keyakinan bahwa kita berada dalam kebenaran. Kebenaran sebagai hasil dari keragu-raguan manusia, menimbulkan sebuah pertanyaan dari dalam diri manusia itu sendiri berkaitan dengan Allah sebagai finalitas atau tujuan akhir dari iman manusia. Manusia bertanya, adakah finalitas itu berada dalam pengalaman manusia? Renan mengatakan bahwa finalitas itu diterima sebagai semacam hukum yang tersurat di dalam kodrat, yang asal usulnya tidak perlu dicari dalam suatu akal, melainkan dari dalam tuntutan-tuntutan yang ideal saja. Dengan demikian finalitas itu bersifat imanen, maksudnya sesuatu yang tersusun dalam suatu kecenderungan buta yang menyebabkan makhluk digerakkan menuju kepada kelestarian mereka. Keadaan lingkungan, rintangan-rintangan dan pengalaman alam itu sendiri, telah menyebabkan tujuan konkrit yang sama sekali tidak dikehendaki oleh suatu kecenderungan awal. Jadi, finalitas sama sekali tidak diadakan oleh suatu akal transenden, tetapi dibentuk secara bertahap oleh alam itu sendiri. Berkenaan dengan finalitas sebagai tujuan akhir dari pencarian manusia, Renan tergerak untuk menulis sebuah biografi tentang realitas kehidupan Yesus. Dalam buku itu, Renan pertama-tama menyoroti peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam karya Yesus. Salah satunya, Renan mengamati peristiwa mukjizat yang pernah dibuat oleh Yesus sebagaimana diimani oleh orang-orang Kristen. Renan berpendapat, bahwa jika mukjizat yang tertuang dalam kitab suci menjadi sumber inspirasi bagi orang Kristen, maka metode yang kita gunakan adalah sebuah metode yang salah. Sebaliknya, jika mukjizat menjadi sebuah inspirasi tanpa realitas, maka metode kita adalah sebuah metode yang benar. Dengan mengatakan inspirasi tanpa sebuah realitas, maka, sama halnya dengan mengatakan bahwa Injil adalah sebuah dongeng. Ditinjau dari sudut pandang historis, Renan berpendapat bahwa sejarah tidak selalu memberikan yang terbaik dalam setiap peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, agama hanyalah sebuah perasaan yang lahir dari pengalaman akan Allah yang tidak ditemukan secara objektif di dalam kitab suci dan di dalam dunia.  Maka, untuk memahami peristiwa mukjizat yang dibuat oleh Yesus, kitab suci perlu ditafsirkan secara tepat, karena secara ilmiah mukjizat itu tidak mungkin.
Yang dimaksud oleh Renan dalam hal ini adalah bahwa setiap orang yang menjadikan mukjizat sebagai sumber inspirasi dalam kehidupannya, ia tidak mempunyai suatu metode yang benar, karena apa yang tertuang dalam kitab suci itu, sebenarnya hanya merupakan sebuah ilusi belaka yang menghanyutkan manusia ke dalam mimpi-mimpi akan sebuah realitas yang sesungguhnya tidak terjadi. Dalam hal ini teologi liberal mencoba memisahkan iman dari akal dan pengalaman. Friedrich Schleiermacher (1768-1834) seorang pendiri teologi liberal mengatakan, bahwa kitab suci hanyalah sebuah endapan pengalaman manusiawi daripada pewahyuan ilahi. Dengan kata lain, Schleiermacher mengatakan bahwa segala apa yang tertulis di dalam kitab suci termasuk mukjizat hanya sebuah rekaman pengalaman manusia. Jadi, Yesus dalam kehidupan umat kristiani hanya merupakan sebuah contoh. Misi yang Dia bawa bukan untuk menyelamatkan umat manusia melainkan dengan kematian-Nya, Ia membangkitkan kesadaran manusia akan Allah dan memanggil mereka untuk menjalankan kehidupan moral yang baik dan benar.[28]


Gerakan Reformasi Sosial Keagaman dalam Kesetaraan Gender abad-20
Asumsi kaum feminis bahwa peran dan tugas perempuan yang dilimitasi oleh budaya patriarki adalah omong kosong dan tuduhan yang sangat berlebihan. Sehingga atas alasan itu mereka berupaya keras untuk memperjuangkan hak-hak perempuan yang seolah-olah tertindas. Tuntutan untuk memberikan peran hingga setidaknya 30% di ruang publik bagi perempuan adalah propaganda untuk mejustifikasi adanya penindasan terhadap perempuan. Padahal, naiknya Megawati menjadi presiden Republik Indonesia tempo hari adalah satu bukti bahwa peran perempuan di negara ini bukanlah obyek penindasan sebagaimana dituduhkan. Juga di Thailand, India, Philipina dan Pakistan serta negara-negara di Asia Tenggara tidaklah seburuk yang dituduhkan oleh kaum feminis sebagai negara yang tidak memberikan peran bagi perempuan di ruang publik. Kalaupun ada persoalan-persoalan yang menyangkut perempuan, titik soalnya bukanlah pada kebijakan-kebijakan publik yang mendiskriminasi peran perempuan.
Agama tidak pernah memasung keberdayaan perempuan dalam perannya di ruang publik. Hal ini dibuktikan dalam sejarah merebut kemerdekaan tempo dulu. Peran perempuan di ruang publik tidaklah sedikit. Ambil saja sebagai contoh Cut Nyak Dien, Laksamana Malahayati, RA Dewi Sartika, RA Kartini, dll. perjuangan dan kepahlawanan mereka sudah dianggap setara dengan kaum lelaki. Kaum perempuan saat itu tidaklah sibuk memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan. Tetapi mereka ikut serta bersama kaum lelaki untuk meneriakkan pekik kemerdekaan karena tanahnya telah dijajah. Nasionalisme perempuan dengan nasionalisme kaum lelaki tidaklah berbeda, yakni sama-sama berjuang mengusir penjajah dari tanah airnya. Bukan sibuk mengurusi hak-haknya sebagai perempuan yang seolah-olah dijajah kaum lelaki. Namun demikian, peran perempuan bagi rumah tangganya pun tidak bisa dianggap sepele. Tetap saja punya porsi yang sama sebagai seorang perempuan yang memiliki keberdayaan. Asumsi peran perempuan di dalam rumah tangga sebagai yang tertindas adalah propaganda picisan yang hanya memandang bahwa keberdayaan perempuan hanya berada di ruang publik. Karena itu, tuntutan yang dipaksakan agar perempuan punya peran di ruang publik sampai ditarget hingga 30% adalah pandangan ortodoks. Agama sebagai embrio lahirnya budaya tidaklah mengamanahkan agar kaum perempuan menjadi lemah tak berdaya. Bahwa budaya yang sepertinya mendisposisi peran perempuan bukanlah semata-mata bertujuan mendiskriminasinya, tetapi justru menghormati dan menyayangi perempuan sebagaimana diamanahkan di dalam teks-teks agama. Itupun sangat berkaitan erat dengan kodrat biologisnya, bukan pada peran dan tanggung jawab sosialnya.






Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi :            Perbandingan Agama / P / B
Responding paper Tofik:
RELASI GENDER DI DALAM AGAMA YAHUDI
Wanita dalam agama Yahudi sebelum direkonstruksi oleh para gerakan feminis sangatlah berada dalam diskriminasi dan kerendahan sosial dari semenjak perkembangan awal agama Yahudi sampai pada abad 18 oleh Moses seorang pembaharu Yahudi dalam bidang:
a.       Pemikiran keagamaan atau rasionalisasi agama.
b.      Gerakan emansipasi yang dipengaruhi oleh repolusi Francis.
c.       Gerakan reformasi meliputi: reformasi hukum-hukum keagamaan, pendirian sekolah dan lembaga pendidikan bagi perempuan oleh Issac Meyer, dibolehkannya Rabbi perempuan.
Dan pada abad ke 19-20 dilakukan reinterpretasi Talmud di dalam bidang hukum perkawinan, perceraian, hak waris yang sebelumnya mendiskriminasi perempuan oleh teks-teks misoginis.
Citra Perempuan dalam Tradisi Yahudi.

Perempuan di masa Yahudi satu sisi dipandang sebagai sosok yang lembut, baik dan sopan. Namun di sisi lain perempuan dianggap sebagai asal mula dosa dan penyebab kematian. Dalam hukum pernikahan Yahudi tak ada batasan poligami bagi laki-laki. Seorang perempuan boleh diperjual-belikan oleh laki-laki baik ayah ataupun suaminya.
Perempuan wajib melakukan pekerjaan rumah tangga baik yang berat maupun yang ringan. Perempuan yang sudah menikah juga tidak berhak mendapat harta apapun kecuali maskawin yang diberikan suaminya. Mereka juga dianggap kotor dengan mengeluarkan darah haid dan mereka harus diasingkan.
Bahkan perempuan mendapat diskriminasi dalam hal waris dimana perempuan mendapat bagian paling kecil dalam pembagian harta warisan. Bahkan perempuan yang belum berumur dua belas tahun tidak boleh mendapat harta warisan.
Teologi Feminis dan Rekonstruksi Peran Perempuan dalam Kehidupan Masyarakat Yahudi
Peran perempuan dalam Yudaisme tradisional telah terlalu disalahpahami. Posisi perempuan dipahami dipandang rendah dalam Yudaisme oleh orang-orang yang berpikir modern, padahal posisi perempuan dalam halakhah (hukum Yahudi) sangat berpengaruh pada periode al-kitabiah, di abad ke-20 M, justru banyak pemimpin wanita penting dari orang Yahudi (misalnya, Gloria Steinem dan Betty Friedan) dan beberapa komentator telah menyarankan bahwa ini bukan kebetulan atau yang pertama kali, penghormatan yang diberikan kepada perempuan dalam tradisi Yahudi adalah bagian dari etnis budaya Yahudi. dalam Yudaisme tradisional, perempuan sebagian besar dipandang sebagai bagian yang terpisah namun setara kewajiban dan tanggung jawab wanita berbeda dari pria, tapi tidak kalah pentingnya (pada kenyataannya, dalam beberapa hal, tanggung jawab perempuan dianggap lebih penting, seperti yang akan kita bahas). dalam Yudaisme, tidak seperti dalam Kekristenan tradisional, Adonay belum pernah dilihat sebagai eksklusif laki-laki atau perempuan Yudaisme selalu menjaga ajaran bahwa Tuhan lebih berkualitas sifat maskulin dan feminin-Nya salah satu rapi Khasid menjelaskan, bahwa Adonay tidak memiliki tubuh, tidak berkelamin, maka gagasan bahwa Adonay adalah laki-laki atau perempuan yang terang-terangan tidak masuk akal baik laki-laki maupun perempuan diciptakan menurut gambar Adonay menurut sebagian besar ahli Yahudi, "manusia" diciptakan (Beresyit 1: 27) dengan dual gender, dan kemudian dipisahkan ke dalam laki-laki dan perempuan. Menurut Yahudi tradisional, perempuan dikaruniai tingkat yang lebih besar "binah"nya (intuisi, pemahaman, dan kecerdasan) daripada laki-laki, repi'im menyimpulkan dari kenyataan bahwa wanita itu "dibangun" (Beresyit 2: 22) bukan "dibentuk" (Beresyit 2: 7), dan Ibrani akar dari "membangun" mempunyai konsonan yang sama seperti kata "binah. telah dikatakan bahwa matriarkh (Sarah, Rebecca, Rakhel, dan Leah) yang menentukan patriark (Aprah'am, Yitskhaq, dan Ya'aqop) dalam nubuatan perempuan juga tidak ikut serta dalam penyembahan berhala di masa lalu.
Perempuan memiliki kehormatan memegang posisi dalam Yudaisme sejak zaman nepi'im Miriam dianggap salah satu pembebas dari B'nay Yisyra'el, bersama dengan saudara-saudaranya Mosyeh dan Aharon. salah satu Hakim-hakim adalah seorang wanita sekaligus napi'ah (Deporah) 7 dari 55 napi di dalam al-Kitab adalah wanita (lihat bagian para napi). Selain itu, tertera dalam Sepuluh Perintah Adonay adalah menghormati ibu dan ayah, perhatikan bahwa ayah datang pertama di dalam Kitab Syemot 20: 12, tapi ibu datang pertama dalam Kitab Lepi 19: 3, dan banyak sumber-sumber tradisional menunjukkan bahwa pembalikan ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kedua orang tua sama-sama berhak untuk menghormati dan dihormati. namun tidak dapat dipungkiri, bagaimanapun juga, Talmud juga memiliki banyak hal-hal negatif tentang perempuan berbagai tulisan misynah di berbagai traktat menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang malas, iri, sombong dan rakus, rentan terhadap gosip, dan sangat rentan terhadap hal gaib dan sihir namun perlu dicatat bahwa Talmud juga telah mengatakan hal-hal negatif tentang laki-laki, sering menggambarkan laki-laki sebagai sangat rentan terhadap nafsu dan hasrat seksual terlarang (zina dan penyimpangan seksual).







Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi :            Perbandingan Agama / V / B
Responding paper Topik:
Relasi gender di dalam Agama Hindu dan Buddha
Kesetaraan merupakan keadaan yang menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain. Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.
Pengertian gender dalam agama Hindu merupakan hubungan sosial yang membedakan perilaku antara perempuan secara proposional menyangkut moral, etika, dan budaya, bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperan dan bertindak sesuai ketentuan sosial, moral, etika, dan budaya di mana mereka berada. Ada yang pantas dikerjakan oleh laki-laki ditinjau dari sudut sosial, moral, dan budaya, tetapi tidak pantas dikerjakan oleh perempuan,demikian pula sebaliknya. Sesuai ajaran agama hindu, gender bukan merupakan perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan. agama hindu mengajarkan bahwa seluruh umat manusia di perlakukan sama di hadapan tuhan sesuai dengan dharma baktinya.
 Tetapi disisi lain perlu kita juga perlu menyadari bahwa pada dasarnya kita mengenal ada 4 kasta di agama Hindu yang dapat memicu adanya sikap bias gender, diantaranya adalah:
1. Kasta Brahmana merupakan kasta tertinggi ,bertugas menjalankan upacara-upacara keagamaan. Adapun yang termasuk kasta ini adalah para brahmana.
2. Kasta Ksatria bertugas menjalankan pemerintahan yang termasuk kasta ini adalah para raja, bangsawan, dan prajurit.
3. Kasta Waisya kasta dari golongan pekerja ,seperti para petani dan pedagang.
4. Kasta Sudra merupakan kasta kasta yang paling rendah seperti rakyat biasa (pekerja kasar).
Dalam Hindu, gerakan keadilan dan kesetaraan semestinya diaplikasikan, di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari yang dibarengi dengan budaya dan tradisi yang bermoral yang berdasarkan Dharma. Tradisi-tradisi yang tidak bersesuaian dengan kaidah agama hendaknya mulai dikikis perlahan-lahan menuju kearah kaidah agama yang hakiki, sebab tidak ada sedikit pun ruang gerak manusia yang terlepas dari hukum agama yang diyakini. Sedangkan kalau Relasi Gender dalam agama Buddha Kondisi masyarakat India pada masa pra-Buddha diwarnai oleh perlakuan yang diskriminatif atas kasta dan gender. Salah satu ajaran Brahmanisme yang sangat seksis mengatakan bahwa hanya keturunan laki-laki yang berhak melaksanakan ritual penyucian pada saat upacara kematian orang tua mereka (baca = ayah), dan akan mengangkat ayah mereka masuk ke alam surga. Perempuan tidak berhak dan diyakini tidak memiliki kemampuan untuk menyelamatkan orang tua mereka.  Dalam situasi demikian, Buddha hadir membawa pembaharuan. Kasta dihapuskan, perempuan diberi hak dan kesempatan yang hampir sama dengan laki-laki dalam menjalani kehidupan religius maupun sosial. Totalitas sikap Buddha yang adil gender ialah didirikannya  Sangha Bhikkhuni  atau komunitas perempuan yang menjalani hidup suci secara selibat. Perempuan memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan atas jalan hidupnya sendiri: menjadi perumah-tangga biasa, atau meninggalkan peran tradisional tersebut dan hidup sebagai bhikkhuni.
Buddha Gautama telah mewujudkan keadilan gender yang hampir setara, yang pada konteks jaman tersebut merupakan hal yang sangat radikal. Pembaharuan yang dibawa oleh Buddha tersebut bertolak dari Hukum Karma yang diajarkannya: Kemuliaan seseorang tidak berasal pada kelahirannya yang berjenis kelamin atau dari keturunan (kasta) tertentu, melainkan ditentukan oleh perbuatan yang dilakukan. Ritual-ritual persembahan atau pengorbanan tidak dapat menyucikan batin dan membebaskan seseorang dari  samsara; oleh karenanya, salah satu keyakinan yang mendiskreditkan perempuan karena dianggap tidak dapat menyucikan orang tuanya setelah mereka meninggal adalah tidak benar. Buddha menegaskan potensi pencapaian spiritual yang sama antara kaum laki-laki dan perempuan asal tekun melatih diri dengan menyempurnakan:  Sila (moralitas),  Samadhi (konsentrasi), dan Pañña  (kebijaksanaan).
Tidak ada bias gender atau seksisme dalam “ajaran Buddha yang fundamental dan universal”. Setelah Buddha mangkat (Parinibbana), status perempuan mengalami kemerosotan lagi. Perkembangan Buddhisme belakangan, terutama sejak munculnya sekte-sekte, telah melahirkan pandangan-pandangan negatif terhadap perempuan yang bertentangan dengan semangat ajaran Buddha yang egaliter.  Pendapat lain mengklaim bahwa sifat non-egaliter dalam agama Buddha muncul karena pengaruh Hindu dan Konfusianisme, serta kepercayaan-kepercayaan lokal yang patrtiarkis di mana agama Buddha berkembang.
Sebenarnya kesetaraan gender dalam perspektif Buddha merupakan reaksi dari penolakan terhadap 4 kasta yang telah disebutkan diatas sehingga Kepincangan-kepincangan dalam memersepsi gender yang berkembang harus diluruskan dengan sikap dan cara yang bijak. Kekerasan dalam rumah-tangga yang antara lain dipicu oleh perasaan superior laki-laki terhadap perempuan, orang-tua (bisa ayah atau ibu) terhadap anak, majikan terhadap pegawai/pembantu salah satunya disebabkan oleh adanya persepsi yang salah tentang gender. Pihak yang merasa lebih berkuasa/kuat bisa menekan pihak yang lebih lemah. Setiap orang perlu menyadari sepenuhnya bahwa semua orang, bahkan semua makhluk mendambakan kebahagiaan. Jika seseorang tidak ingin terluka atau disakiti, hendaknya ia juga tidak menyakiti atau melukai pihak lain. Ajaran Buddha tentang Metta (cinta kasih) dan Karuna (belas kasihan) mencegah manusia untuk menyakiti makhluk lain. Merubah cara berpikir yang memusatkan pada diri sendiri dengan siap-siaga memberikan pertolongan dan menciptakan kebahagiaan bagi pihak lain akan mengurangi rasa tidak puas dan bisa mensyukuri apa yang telah dimiliki.





Nama : FAHAD MUHAMMAD AL-FARUQ
Prodi :            Perbandingan Agama / V / B
Responding paper Topik:
RELASI GENDER DALAM AGAMA KHONGHUCU
            Untuk memahami bagaimana agama Khonghucu berbicara tentang perempuan, maka wajib pula mengetahui sejarahnya, sejak dari awal dan perkembangannya sampai disempurnakan. Agama Khonghucu istilah aslinya disebut Ji Kau, atau agama Ji, yang berarti agama bagi Yang Lembut Hati, yang terbimbing, yang terpelajar dalam ajaran suci.
            Agama ini mempunyai masa perkembangan yang sangat panjang sebelum memiliki bentuknya seperti yang sekarang, sehingga meliputi kurun waktu 2068 tahun. Maka dari itu, kitab suci agama Khonghucu ini terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang dinamai Ngo King atau Kitab Suci Yang Lima yang berasal dari zaman para Nabi sebelum lahir Nabi Khongcu, yang merupakan kitab yang mendasari mengenai keimanan, peribadahan dalam agama Khonghucu. Kelompok kedua dinamai SU SI atau Kitab Yang Empat, yang langsung berasal dari Nabi Khongcu dan murid-murdinya sampai kepada Bingcu, merupakan Kitab Suci Yang Pokok.
            Diceritakan bahwa sebelum masa kelahiran Nabi Khongcu, seorang lelaki apalagi seorang raja pada zaman itu seakan-akan berhak mempunyai seorang istri sah dengan beberapa orang selir.
            Sing Jien (Nabi Khongcu), sejak kecil tepatnya ketika berusia tiga tahun, telah kehilangan ayahandanya, sehingga pendidikannya semata-mata tergantung pada ibunda dan nenek luarnya. Ternyata ibu Tien Cai seorang yang teguh iman dan bijaksana untuk merawat, membimbing dan mendidik anaknya sebaik-baiknya. Hal ini berdampak pada kehidupan Khongcu selanjutnya. Beliau begitu menghormati perempuan, sehingga pada akhir hayatnya hanya beristri seorang perempuan saja.


Kedudukan Perempuan dalam Hubungan Perkawinan
            Di dalam kitab Sanjak (Shi-Ching, bagian Chiang Chung-tsu, Sanjak 3, berjudul “Menjinjing Busana”), terdapat sanjak yang memperlihatkan bagaimana seorang perempuan berupaya mempertahankan martabatnya di hadapan laki-laki. Begini bunyinya, “Chung, kekasihku yang terhormat, kumohon janganlah bertindak  demikian, melompat masuk ke kebunku, hingga mematahkan dahan pohon cendanaku. Kerusakan itu dapat kuabaikan, tetapi bila ada seorang sekitar mengetahui perbuatanmu itu, mereka akan bertanya, ‘Gerangan apakah yang membawa pemuda itu ke sana?’, kata-kata mereka inilah yang kukhawatirkan. Engkau, Chung mendapat jantung-hatiku; tetapi umpatcaci merekalah yang akan mencemarkan daku.” Sanjak ini menunjukkan kepada kita bahwa meskipun perempuan bebas-merdeka pada zaman itu, tetapi mereka tidak menyetujui percintaan bebas tanpa batas-batas kesusilaan.
            Nabi Khongcu sangat menaruh hormat pada perempuan, khususnya terhadap Lembaga Perkawinan, seperti dapat kita ikuti pada teks berikut.
            Di dalam Kitab Sanjak tertulis, “Keselarasan hidup bersama anak istri itu laksana alat musik yang ditabuh harmonis. Kerukunan di antara kakak dan adik itu membangun damai dan bahagia. Maka demikianlah hendaknya engkau berbuat di dalam rumah tanggamu, bahagiakanlah istri dan anak-anakmu.”
            Di dalam kitab Tengah Sempurna, ditegaskan bahwa. “Jalan Suci seorang Kuncu pada dasarnya terdapat dalam hati tiap pria dan perempuan dan pada puncaknya meliputi di mana pun diantara langit dan bumi.”
            Dari beberapa teks di atas, terlihat jelas dikehendaki terpeliharanya hubungan yang harmonis antara suami-istri, sesama saudara tidak memandang gender, sehingga dapat dibangun kehidupan sosial yang saling menghargai peranan satu sama lain, mengingat manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di dunia ini memiliki arti dan fungsinya masing-masing.
            Penghormatan Nabi Khonghucu terhadap kedudukan perempuan tersebut mempunyai dampak yang luas sekali baik dalam kehidupan politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya seperti diceritakan dalam teks-teks, dapat dikatakan sampai Dinasti Chou Timur (770-225 SM) masih bebas, tidak mengalami kekangan dan mempunyai kedudukan yang terhormat.

Peranan Perempuan dalam Kehidupan Politik
            Di dalam Kitab Bingcu, diceritakan pada zaman Raja Bu (pendiri Dinasti Chou 1122-255 SM), di antara sepuluh orang menteri yang cakap terdapat seorang perempuan. Hal ini menunjukkan sesungguhnya dalam bidang pendidikan, kualitas pendidikan yang diberikan baik kepada laki-laki maupun perempuan tidak terdapat pembedaan, sehingga memungkinkan perempuan menduduki tempat terhormat.
            Pada zaman Dinasti Tang (618-907 SM), tersebutlah seorang kaisar yang bijaksana dan didampingi seorang permasuri yang bijaksana pula.

Kedudukan Perempuan dalam Pendidikan
            Menurut Kitab Lee Ki (Catatan Kesusilaan), Bab Peraturan Dalam, perempuan dan laki-laki secara terpisah menerima pendidikan. Sejak mulai dapat berbicara, “logat dan perhiasan” yang dipakai tidak sama. Pada umur enam, diajarkan angka dan nama tempat, pada umur tujuh tahun diajarkan khasiat dan manfaat bahan-bahan makanan, pada umur sepuluh, laki-laki harus keluar belajar, sedangkan perempuan tetap tinggal di dalam rumah belajar berbicara sopan santun, etiket menenun, menjahit, memasak, bersembahyang dan lain-lain hingga berusia lima belas tahun. Hanya tempat penerimaan saja yang berbeda, tetapi kualitas pendidikan sama. Di sini nampak sudah adanya emansipasi dalam pendidikan.


Kedudukan Perempuan dalam Ekonomi dan Sosial
            Di dalam Kitab Shi-Ching (Sanjak) melukiskan teladan utama perempuan dalam memelihara ulat sutera, dan membikin benang sutera dan mempunyai pengaruh besar dalam pertanian, kehutanan dan perikanan. Diperkirakan di zaman kuno itu, barangkali pertanian dan perdagangan berada di tangan perempuan. Bentuk pembagian kerja “pria berburu, wanita bercocok tanam”, menenun sutera dan berniaga dan pada Dinasti Ch’ou berubah menjadi “pria bercocok tanam, wanita menenun”.
            Dalam pengurusan harta keluarga, seorang istri dimintakan peran aktifnya agar jangan sampai terjadi pemborosan, seperti diungkapkan ayat berikut “Di dalam mengatur rumah tangga tidak berani berlaku sewenang-wenang kepada para pembantu dan pelayan, apalagi kepada istri dan anak-anaknya. Maka, mereka mendapatkan simpati orang, demikianlah mereka mengabdi kepada orang tua masing-masing.”
            Sejak zaman Chun Chiu (722-481 SM) di dalam kemargaan, perempuan dianggap tidak berwenang menurun-temurunkan nama keluarganya. Nampaknya hal ini terkait dengan peran yang harus dimainkan laki-laki sebagai kepala keluarga.
            Dalam rangka membenarkan nama-nama, ajaran Khonhucu mengajarkan lima hubungan sosial, yang dinamakan Ngo Lun, yaitu hubungan antara raja dengan menteri, ayah dengan anak, kakak dengan adik, suami dengan istri, dan antara seorang individu dengan individu lainnya. Dalam prakteknya, kelima hubungan sosial ini hendaknya didasarkan pada cinta kasih sebagai pencerminan dari rasa kasih sayang dengan mengindahkan nilai sopan-santun.
            Secara garis besar, di dalam ajaran Khonghucu tidak mengenal adanya diskriminasi perempuan. Dan manakala di dalam naskah-naskah yang terkait dengan ajaran Khonghucu dijumpai wacana-wacana yang bernada anti perempuan, kesemuanya itu adalah bukan berasal dari Ajaran Khonghucu dan boleh jadi karena emosi dan egoisme pada cendekiawan laki-laki pada waktu itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar