Senin, 07 Desember 2015



Responding Paper “Relasi Gender DAlam Agama Konghucu”
Khilda Fauzia
1112034000194

A.    Status Perempuan dalam Tradisi dan Teks-teks Suci Konghucu
Tata aturan kosmis merupakan sumber wahyu Tuhan dan merupakan model bagi tata aturan manusia, bahwa keluarga dipandang sebagai pusat komunitas yang suci dan bahwa seluruh manusia, baik laki-laki maupun perempuan, bekerja dalam setting kontekstual, hirarkis dan koreogarafial yang tinggi. Hubungan-hubungan dan tingkah laku yang dianggap pantas bagi mereka diperinci dalam istilah-istilah yang cukup spesifik.
Dalam tata aturan kosmis tentang segala sesuatu, perempuan dianggap sebagai yin sehingga bisa disamakan kekuatan perempuan identik dengan bumi, dengan segala sesuatu yang rendah dan inferior. Kekuatan feminin ini dicirikan sebagai mengalah, reseptik dan tunduk, dan ia memajukan dirinya melalui perasaan tekun. Dari pola kosmis ini dapat disimpulkan bahwa posisi perempuan dalam tata aturan manusia pasti rendah dan inferior seperti bumi, dan bahwa tingkah laku yang layak bagi seorang perempuan adalah mengalah, lemah, pasif, seperti bumi. Bagi laki-laki dipandang superior, tetapi mereka tidak dapat berbuat apapun tanpa perempuan sebagai komplemen.
Di dalam aturan manusia, perempuan hanya dilihat dalam konteks keluarga, sementara laki-laki dilihat dalam tata aturan sosial politik yang lebih luas. Di dalam keluarga seorang perempuan harus tunduk pada tiga kewajiban, yakni, sebagai anak perempuan ia harus tunduk pada ayahnya; sebagai istri harus tunduk pada suami; setelah tua harus tunduk pada anaknya. Jika para penganut konfusianisme memanggil laki-laki dengan sheng-Tao (jalan kebijaksanaan), maka untuk perempuan disebut fu-Tao, kata Cina untuk fu menunjukkan seorang perempuan dengan membawa sapu, berarti wilayah domestik sebagai tempatnya yang tepat.
Begitu juga dalam sistem kanak-kanak perempuan, semata-mata untuk mempersiapkan mereka pada peranan masa depannya sebagai istri dan ibu. Berbeda dengan anak laki-laki, yang pergi keluar rumah pada umur 10 tahun demi pendidikan sejarah dan hal-hal klasik, maka anak perempuan tetap di rumah, terasing dalam tempat tinggal perempuan dan di bawah bimbingan seorang pengatur. Mereka belajar sikap yang baik dan keterampilan-keterampilan domestik seperti menjahit dan menenun.
“Seorang gadis pada usia sepuluh tahun berhenti keluar rumah (dari pondokan perempuan). Pengaturnya mengajarkannya (seni) berbicara dan bersikap menyenangkan untuk patuh dan taat, untuk memegang serabut jerami, untuk belajar (seluruh) pekerjaan perempuan, bagaimana menyediakan pakaian, menyaksikan korban, menyediakan minuman dan saus, memenuhi warung dan piring dengan asinan dan air asin dan membantu membawa peralatan untuk upacara-upacara .”
Pada umur 15 tahun, menurut kronologis ini, seorang gadis akan menerima tusuk konde pada upacara kedatangan usia baru. Pada umur 20 tahun dia harus kawin. Tiga bulan sebelum perkawinan, seorang perempuan muda harus belajar empat aspek karakter perempuan yakni sifat baik, bicara, bersikap, dan bekerja. (Book of Rites, bab 44).
Bagi para penganut konfusius upacara perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan sosial, sebagaimana disebutkan bahwa perkawinan menandai terbentuknya satu hubungan baru dalam rantai hubungan keluarga, perjalanan suci dari satu generasi ke generasi lain.
“Upacara perkawinan dimasukkan untuk menjadikan satu ikatan cinta antara (dua keluarga yang berbeda) nama keluarga, dengan satu pandangan, pada sifat retrospektifnya, untuk menyelamatkan pelayanan-pelayanan pada leluhur, dan pada kuil prospektifnya”.[1]
B.     Peran Perempuan dalam Sejarah Sosial dan Keagamaan Konghucu
secara sosial keagamaan mengenai kemargaan perempuan tidak ada wewenang dalam nama keluarga, karena dalam peran laki-laki sangat memiliki tanggungjawab dalam membina keluarga.
Dalam memenuhinya ada beberapa oetunjuk sebagai berikut:
1.      Tiga pokok kepatuhan
Sebagai seorang anak, wanita harus patuh pada ayahnya. Sebagai wanita yang sudah menikah ia harus mengikuti suaminya, dan sebagai seorang janda ia mengikuti anak-anak lakinya.
2.      Lima pokok utama tentang hubungan-hubungan
Para penguasa dan warga Negara, ayah dan anak laki-laki, suami dan istri, anak sulung dan anak bungsu, orang yang ada pada kategori pertama harus memberikan jen kepada yang kedua, sedangkan orang yang ada pada kategori kedua harus memeilhara semua peraturan dan ketetapan secara rinci.
3.      Tujuh kejahatan sebagai dasar untuk bercerai
Ketidaktundukan pada keluarga suami
Kegagalan memberikan anak laki-laki
Berhubungan seks dengan orang lain
Kecemburuan
Mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan
Banyak bicara
Suka mencuri[2]
4.      Kesucian bagi wanita
Bagi seorang wanita, menjaga kesuciannya lebih dari menjaga integritas pribadinya. Istilah ini dimaksudkan lebih luas dari sekedar soal pantangan seksual, tetapi mencakup pengertian yang lebih umum tentang kehormatan.[3]
C.    Reinterpretasi dan adaptasi Peran-Peran Gender Tradisional dalam Perspektif Konghucu
            Didalam gerakan neo-konfusianisme ini para feminolog bergabung dan menulis banyak buku tentang wanita. Wanita mengajar wanita dengan cara konfusian. Aspek-aspek diskriminasi, pembatasan-pembatasan terhadap aspek wanita diterima dengan rasa syukur dan disiplin, mereka menjadi konfusianis yang sungguh-sungguh dan tekun dibanding dengan laki-laki. Sesudah revolusi, wanita dan laki-laki melakukan evaluasi kritis tentang ajaran-ajaran yang sudah ada. Proses itu berjalan dengan baik.
            Karya pan chao, penting untuk menyinggung karya pan chao (?-11 6M.) dari dinasti Han. Dia adalah pengajar wanita kofusianisme pertama yang mengajar kepada sesama wanita. Pada masa dinasti Han. (206 S.M-220 M.) konfusianisme menafsirkan peran Negara menjadi ortodoks dan pada saat itu ada usaha untuk membawa wanita masuk dalam arus utama tradisi. Sehingga pan chao dapat menjadi seorang pengajar para wanita di istana dan menulis sebuah buku “instruction for women”. Dalam bagian pertama buku itu, dia menulis sesuatu tentang keprihatinannya terhadap wanita yang tidak kawin dalam keluarganya. Baginya wanita yang tidak kawin tiak dipersiapkan oleh keluarganya untuk masa depan mereka bekerja sebagai istri.
            Ajaran ini mengartikan bahwa pertama, wanita harus bersikap rendah hati, patuh, seperti halnya bumi, merendahkan diri dihadapan yang lain; kedua dia harus bekerja keras dan pandai dalam pekerjaan sehari-hari; dan ketiga, di harus sepenuhnya masuk dalam tanggung jawab seorang istri terhadap suaminya, sanak-saudara dan lain-lain.
D.     Status perempuan dalam neo-konfusianisme
            Dengan jatuhnya dinasti han pada tahun 22M, konfusianisme dipudarkan oleh budhisme dan taoisme. Agama ini tidak memainkan peran penting dalam wilayah tersebut sampai kemunculannya kembali dalam bentuk neo-konfusianisme pada masa dinasti sung (960-1279M). ketika neo-konfusianisme muncul, terjadi perubahan besar yang sangat berpengaruh dalam kehidupan perempuan.
            Generasi awal neo-konfusianisme bekerja dengan tekun membangkitkan kembali kekuatan konfusianime dalam rangka mengembalikan tetitorial yang hilang, yang menjadi wilayah orang-orang budha. Tantangan mereka adalah mengukuhkan kembali keluarga dan Negara sebagai titik pusat kewajiban keagamaan. Mereka menentang orang-orang budha atas usahanya secara pribadi lepas dari dunia daripada mengarahkan energy mereka untuk membangun tata aturan manusia. Akan tetapi mereka cukup terkesan dengan kedalaman spiritualisme orang-orang budha. Bagaimana mereka mencampur keduanya? Neo-konfusianisme yang dihasilkan, pada lahirnya lebih mengarah pada tradisi keagamaan jika dibandingkan dengan konfusianisme awal dan lebih dipusatkan pada persoalan-persoalan metafisik, interioritas manusia dan praktik-praktik keagamaan seperti meditasi.
            Sikap kehati-hatian yang besar terhadap keinginan dan nafsu manusia ini diarahkan kewilayah hubungan manusia, sebagai landasan keagamaan konfusianisme. Cheng I (1033-1107), salah satu pemimpin neo-konfusianisme sung, mereflesikan kehati-kehatian ini dalam statmen berikut yang termuat dalam antologi tulisan-tulisan neo-konfusianisme yang paling terkenal, reflection on things at hand (chin-ssu lu);
            Kesucian menjadi kebaikan yang penting bagi perempuan pada priode klasik, seperti yang kita lihat dalam biorafis of exemplary women, dan janda ditekankan untuk tetap setia pada suaminya dengan tidak kawin lagi. Akan tetapi pada priode klasik tidak ditemukan apapun yang sesuai dengan tingkatan kedalaman kesucian yang diperlihatkan neo-konfusianisme. Statemen yang paling menakutkan dalam hal ini dibuat oleh ch’eng I mengenai pernikahan kembali para janda.
            Didalam suatu peristiwa ada seorang perempuan yang secara sadis mengoyak tubuhnya karena tekanan yang dilakukan oleh orang tuanya untuk menikah lagi. Pertama, ia menggunduli rambutnya, kemudian memotong telinganya, dan akhirnya hidungnya, semuanya merupakan sikap menentang yang menegaskan kebulatan tekadnya untuk setia pad suaminya yang telah meninggal.
            Neo-konfusianisme tidak dipakai sebagai ortodoksi Negara sampai sekitar seratus tahun setelah kematian dinasti sung, yaitu, sampai dinasti yuan dan awal dinasti ming (paruh terakhir abad keempat belas). Aspek laian ortodoksi baru yang penting untuk dicatat, sekali lagi, adalah popularitas teks yang ditulis oleh perempuan untuk perempuan. Yang terpenting adalah instructions for the inner quarters (nei-hsun) oleh kaisar perempuan kedua dari dinasti ming, empress (kaisar perempuan) Hsu.
            Ciri khas kedua yang perlu dicata yakni kaisar Hsu secara serius mengambil pandangan neo-konfusianisme bahwa seluruh umat manusia terpanggil untuk menjadi seorang bijaksana. Maka ia mendorong perempuan untuk mengikuti jalan kebijakan, dengan menjelaskan dmikian: jauh lebih berharga batu permata dari mutiara atau permata jade (batu nefrit) (nei-hsun 3:22b) sebai bagian dari kebijakan perempuan ini, dia mengharapkan perempuan dapat memainkan peranan penting baik dalam moralitas keluarga maupun negara, oleh karenanya ia mengembalikan peranan mereka sebagai penasihat moral yang telah mereka punyai pada masa konfusianisme klasik tetapi kemudia dihilangkan oleh Neo-konfusianisme. [4]



[1] http://iinlailtaskgender.blogspot.co.id/2014/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html
[4] http://ilmurelasigender.blogspot.co.id/2014/12/responding-paper-relasi-gender-dalam_24.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar