Kamis, 03 Desember 2015

reponding paper topik 8 &9 relasi gender, perempuan, agama, perempuan dan transformasi dalam agama kristen

Nama: oktavia damayanti
Nim:1113032100056
            RELASI GENDER DAN PEREMPUAN. AGAMA DAN TRANSFORMASI SOSIAL DALAM AGAMA KRISTEN
            keseteraan gender dalam Aklitab, dalam hal ini perempuan lah yang sering menjadi korban atau mengalami kekerasan baik dalam rumah tangga, lingkungan budaya maupun dalam lingkup organisisasi dan masyarakat. Paper ini akan mengarah kepada pandangan Kristen tentang perempuan dan bagaimana pandangan itu mendorong perjuangan perempuan Kristen untuk mencapai kesetaraan gender.
            Injil sebagaimana kitab suci agama lainnya sangat ambigu dalam melihat status perempuan. Satu sisi membela kehidupan perempuan, disatu sisi lainnya menempatkan perempuan pada posisi marginal. Misalnya ditemukan stereotype perempuan sebagai penggoda, tidak memiliki hak untuk menjadi pemimpin ritual dan lain-lain. Namun terdapat pula beragam teks-teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi setara, seperti doktrin tentang penciptaan manusia. Meskipun demikian, teks-teks yang misoginis lah yang justru lebih popular dikalangan umat kristiani dibandingkan dengan teks-teks yang bernuansa kesetaraan.[1]Yaitu ajaran tentang manusia menurut agama Kristen adalah semula manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Imago Dei). Tetapi manusia telah memberontak dan selalu akanmemberontak kepada Allah. Semula manusia Adam dan Hawa adalah manusia suci karena mereka diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah. tuuan penciptaannya adalah agar manusia dapat bersekutu dengan Allah dan mencerminkan kemuliaan-Nya didunia.[2]
            Allah menciptakan manusia baik perempuan dan laki-laki dengan derajat yang sama dan menurut gambar Allah, disamping itu juga menekankan bahwa manusia itu sama hakikat dengan Sang Pencipta. Hal ini berarti bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makluk yang mulia, kudus dan berakal budi, sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan Allah, dan layak untuk menerima mandat dari Allah untuk menjadi pemimpin dari segala ciptaan Allah. Dari ungkapan "Segambar" dengan Allah ini yang berarti dimiliki tidak hanya laki-laki saja akan tetapi juga perempuan, dan keduanya mempunyai status yang sama. Oleh karena itu tidak dibenarkan adanya diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya dikarenakan perbedaan jenis kelamin. Persamaan relasi suami istri merupakan ajaran tentang kesetaraan gender yang kurang tersosialisasikan. Statement terkait relasi suami istri yang seharusnya saling melengkapi, saling mengasihi, saling berbagi, dan saling menutupi kekurangan masing-masing dapat dilihat dalam Surat St Paul’s kepada orang-orang Korintian. Kewajiban suami untuk memperlakukan istrinya dengan cara yang baik dan penuh respect juga menjadi ajaran yang tertea dalam kitab suci. Selain itu, perempuan dan laki-laki memiliki persamaan dalam membantu dan melayani orang lain yang memang membutuhkan, sesuai dengan ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci. Perempuan sama seperti laki-laki dipanggil untuk melayani orang-orang lain, menyatakan buah Roh (Galatia 5:22-23), dan untuk memproklamirkan injil kepada mereka yang belum mengetahuinya (Matius 28:18-20; Kisah Rasul 1:8; Petrus 3:15).[3]
            Peran Feminis Kristen
Kesadaran feminis dalam tradisi Kristen muncul sejak tahun 1820-an. Kesadaran ini terjadi sejalan dengan hasrat yang kuat dari perempuan Amerika untuk melakukan perubahan social.[4] Pada awal abad ke-20, para sarjana perempuan di bidang Kitab Suci sudah memperlihatkan kemampuan ilmiah yang kuat dibidangnya, namun tidak pernah secara sadar bersikap feminis. Baru pada tahun 1970-an anggota perempuan dari The Society of Biblical Literature (SBL) menegaskan bahwa pendekatan hermeneutic dari feminis bermanfaat untuk karya mereka. Selama abad ke-19, sebagai respon terhadap penafsiran Kitab Suci yang merugikan perempuan, sebagian besar kaum perempuan melakukan sebaliknya, yakni mereka memproduksi strategi-strategi yang berimplikasi kepada pengagungan dan kultus terhadap kedudukan perempuan. Jika perempuan dalam agama diciptakan setelah laki-laki dan dibatasi aktivitasnya hanya pada bidang-bidang tertentu saja, maka mereka melihat justru inilah letak kekuatan perempuan. Bagi mereka, realitas ini merupakan suatu tantangan dan merupakan panggilan khusus yang diberikan Tuhan untuk kaum perempuan.
Perjuangan feminis Kristen kearah melahirkan peradaban dan kebudayaan yang responsive gender terus dilakukan hingga diabad ke-20 ini. Tokoh-tokoh feminis Kristen seperti  Rosemary L. Ruether berlanjut hingga sekarang.
           
PEREMPUAN, AGAMA DAN TRANSFORMASI SOSIAL DALAM AGAMA KRISTEN
Banyak pihak beranggapan bahwa kesetaraan yang dirasakan sekarang ini merupakan buah manis dari penindasan yang telah diterima para perempuan sejak berabad-abad lamanya. Buah manis ini, ternyata tidak selamanya manis. Berbagai kontroversi dan kritikan tajam terus menghujam dalam perjalanan ini. Ketika perempuan telah memiliki hak pendidikan yang sama dengan kaum lelaki, ketika para perempuan telah mendapatkan hak untuk menyuarakan pendapatnya di hadapan khalayak, ketika para perempuan menjabati posisi-posisi teratas dari perusahaan tertentu, dan ketika anggapan bahwa tempat para perempuan adalah dapur, sumur, dan kasur telah mulai memudar; para perempuan justru merasakan suatu ketimpangan yang nyata yang terjadi di bumi ini. Perempuan tidak lagi menjadi korban penindasan kaum lelaki, tetapi perempuan menjadi penindas lelaki (dalam beberapa kasus) atau menjadi penindas bumi dan alam semesta.
Berbicara tentang gender dan kesetaraan dalam agama Kristen, perempuan memiliki sejarah yang amat panjang. Karena Kristen merupakan sebuah agama sejarah. Sehingga keterkaitan dengan agama-agama pendahulunya juga menjadi tolok ukur hukum-hukum dalam Kristiani.  Perjalanan kaum feminis dalam menciptakan sejarahnya sendiri, mendirikan aliran teologinya sendiri—yang tidak lagi bersifat pro lelaki dan patriarki, tetapi lebih pro perempuan dan mengedepankan pengalaman/ sejarah perempuan—dan menciptakan tatanannya sendiri, sehingga muncul istilah seperti “suami-suami takut istri”.
 LATAR BELAKANG MUNCULNYA GERAKAN TEOLOGI FEMINIS
Diawali oleh beberapa teolog wanita dan mahasiswi seminari mengembangkan satu jurusan teologi baru yang mereka sebut dengan Teologi Feminis. Teologi ini dipengaruhi oleh gerakan pembebasan wanita yang mewabah ke seluruh dunia, khususnya bagi masyarakat Amerika Utara. Akar dari aliran Feminisme ini sudah ada sejak awal abad 20, yaitu pada masa sesudah penghapusan perbudakan dan hak pilih kaum wanita diakui dan dilegalitaskan di Amerika dalam undang-undang.  Lalu mulai ada beberapa penulis wanita merasa terbeban dalam mengembangkan dan memperluas pengaruh gerakan Feminisme ini ke dalam suatu karya tulisan/buku. Mereka menyoroti pengaruh 'patriarchal' yang ada di dalam Alkitab dan  penafsiran tradisi gereja secara socio-cultural dalam hal ini khususnya konsep Allah Tritunggal.[5]
FEMINIS TEOLOGI
Feminisme Kristen merupakan salah satu aspek dari teologi feminis yang mengupayakan kemauan dan pemahaman akan kesetaraan laki-laki dan perempuan secara moral, sosial, spiritual dan dalam kepemimpinan dalam perspektif Kristen. Feminis Kristen berpendapat bahwa kontribusi para perempuan sangat dibutuhkan untuk dapat memahami ajaran Kristen secara menyeluruh. Para feminis Kristen meyakini bahwa Tuhan tidak membedakan manusia berdasarkan karakteristik-karakteristik biologis seperti jenis kelamin dan ras. Isu utama mereka termasuk tatanan perempuan, dominasi laki-laki dalam hukum pernikahan Kristen, pengakuan atas kesetaraan kapasitas spiritual dan moral, hak-hak reproduktif, dan pencarian tuhan transenden feminin atau gender.
Pemikiran kaum feminis pada awalnya menekankan pada kritik-kritik terhadap ayat-ayat Alkitab yang dianggap mendiskriminasi ataupun menyudutkan kaum perempuan. Oleh karena itu, pada permulaan gerakannya, kaum feminis memunculkan metode baru menafsirkan Alkitab yang dikenal dengan Hermeneutik Feminis.
 PEMIKIRAN DAN KRITIK FEMINIS TEOLOGI

Titik tolak teologi feminis adalah pengalaman perempuan, dan penolakan terhadap sistem ‘patriarki’ (struktur masyarakat dimana kaum laki-laki lebih superior dibandingkan perempuan). Perempuan, dalam argumentasi teologi feminis, akan berhasil menjadi manusia utuh dengan berakhirnya sistem patriarki. Teks-teks dalam Alkitab sangatlah patriarkis, beberapa feminis teologi beranggapan bahwa keseluruhan teks Alkitab adalah candu, sementara sebagian yang lain menganggap bahwa inti ajarannya dapat diterima.

Secara umum, para teologi feminis digolongkan dalam lima (sampai yang telah banyak dianalisa, mungkin telah muncul kelompok-kelompok baru dengan pandangan baru) kelompok. Para teolog bible feminis dewasa ini kebanyakan adalah mereka yang berangkat dari pemikiran tradisi reformasi feminis liberal—yang dalam sejarahnya meminimalisir perbedaan antar-jenis kelamin dan memperjuangkan kesempatan yang setara di Gereja. Para teologi feminis post-biblikal lebih tertarik pada feminis romantik yang merasa nyaman untuk merayakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Variasi dalam teologi feminis hampir tidak terbatas. Karena baik para perempuan berkulit gelap, perempuan asia, penduduk-penduduk lokal di semua wilayah di dunia tersebar dalam kelompok pemikiran feminisme baik itu konservatif maupun radikal. Diantara beberapa aliran teologi feminis adalah: [6]

1.              Feminis Evangelikal
2.              Feminism bibikal
3.              Feminis bost-bibikal
4.              Goddess feminists
5.              Feminis Wicca

 PEREMPUAN DAN GEREJA DI ERA MODERN
Perempuan telah menempati wilayah yang penting dalam tradisi gereja modern. Di awal abad 20, perempuan Katholik telah bergabung dengan berbagai organisasi dan institusi keagamaan dalam jumlah besar, dimana pengaruh mereka cukup kuat terutama dalam bidang pendidikan anak, sekolah tinggi bagi para wanita, keperawatan dan ilmu kesehatan, pengurusan terhadap anak-anak yatim, dan kepedulian terhadap pengidap penyakit tertentu (seperti HIV/ AIDS dsb). Pada Konsili Vatikan II pada tahun 1960, struktur organisasi keagamaan Katholik dibebaskan, terutama bagi para perempuan. Sehingga di akhir pertengahan abad 20, perempuan telah memiliki posisi yang kuat di mata Gereja karena mereka bertanggung jawab terhadap aspek-aspek tertentu di bawah naungan gereja. [7]
Gerakan reformasi sosial keagamaan untuk kesetaraan gender abad ke 20
Kristen adalah sebuah agama yang selalu mempunyai keterlibatan yang mendalam terhadap isu-isu yang berhubungan dengan wanita dan agama. Yakni seorang perempuan dari dunia kristen yang memulai untuk mendesak bahwa perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Pada zaman gereja kristen dan di dalam ilmu agama, tema-tema yang berhubungan dengan wanita telah muali diterima sebagai sebuah perhatian besar. Dalam pertimbangan lain, isu-isu tanpa melibatkan perspektif perempuan, mendapatkan kritik untuk meninjau hal ini dari perspektif laki-laki. Ini menunjukkan betapa pentingnya hal ini untuk mempertimbangkan perspektif perempuan: sedikit banyak pertimbangan yang mengarah ke perempuan telah menjadi sebuah standar untuk menilai pandangan-pandangan masyarakat.



[1] Ida Rosyidah dan Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama, (Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press, 2013), hal. 75
[2] Drs Mudahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996)hal. 85
[3] Ida Rosyidah dan Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama, (Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press, 2013), h.86
[4] Ida Rosyidah dan Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama, (Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press, 2013), h.101
[5] Anonym.http://en-wikipedia.org/theology-feminist.html
[6] Sharon James. An Overview of Feminist Theology. Article translate by fathimah al-batul A. diunduh
[7]PerempuandimataGereja.http://en.wikipedia.org/wiki/Women_in_Church_history#Modern_times diunduh pada 16 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar