Nama: oktavia
damayanti
Nim:1113032100056
RELASI GENDER DAN PEREMPUAN. AGAMA
DAN TRANSFORMASI SOSIAL DALAM AGAMA KRISTEN
keseteraan gender dalam Aklitab,
dalam hal ini perempuan lah yang sering menjadi korban atau mengalami kekerasan
baik dalam rumah tangga, lingkungan budaya maupun dalam lingkup organisisasi
dan masyarakat. Paper ini akan mengarah kepada pandangan Kristen tentang
perempuan dan bagaimana pandangan itu mendorong perjuangan perempuan Kristen
untuk mencapai kesetaraan gender.
Injil sebagaimana kitab suci agama
lainnya sangat ambigu dalam melihat status perempuan. Satu sisi membela
kehidupan perempuan, disatu sisi lainnya menempatkan perempuan pada posisi
marginal. Misalnya ditemukan stereotype perempuan sebagai penggoda, tidak
memiliki hak untuk menjadi pemimpin ritual dan lain-lain. Namun terdapat pula
beragam teks-teks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang menempatkan
laki-laki dan perempuan pada posisi setara, seperti doktrin tentang penciptaan
manusia. Meskipun demikian, teks-teks yang misoginis lah yang justru lebih
popular dikalangan umat kristiani dibandingkan dengan teks-teks yang bernuansa
kesetaraan.[1]Yaitu
ajaran tentang manusia menurut agama Kristen adalah semula manusia diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah (Imago Dei). Tetapi manusia telah memberontak dan
selalu akanmemberontak kepada Allah. Semula manusia Adam dan Hawa adalah manusia
suci karena mereka diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah. tuuan
penciptaannya adalah agar manusia dapat bersekutu dengan Allah dan mencerminkan
kemuliaan-Nya didunia.[2]
Allah menciptakan manusia baik
perempuan dan laki-laki dengan derajat yang sama dan menurut gambar Allah,
disamping itu juga menekankan bahwa manusia itu sama hakikat dengan Sang
Pencipta. Hal ini berarti bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makluk yang
mulia, kudus dan berakal budi, sehingga manusia bisa berkomunikasi dengan
Allah, dan layak untuk menerima mandat dari Allah untuk menjadi pemimpin dari
segala ciptaan Allah. Dari ungkapan "Segambar" dengan Allah ini yang
berarti dimiliki tidak hanya laki-laki saja akan tetapi juga perempuan, dan
keduanya mempunyai status yang sama. Oleh karena itu tidak dibenarkan adanya
diskriminasi atau dominasi dalam bentuk apapun hanya dikarenakan perbedaan
jenis kelamin. Persamaan relasi
suami istri merupakan ajaran tentang kesetaraan gender yang kurang
tersosialisasikan. Statement terkait relasi suami istri yang seharusnya saling
melengkapi, saling mengasihi, saling berbagi, dan saling menutupi kekurangan
masing-masing dapat dilihat dalam Surat St Paul’s kepada orang-orang Korintian.
Kewajiban suami untuk memperlakukan istrinya dengan cara yang baik dan penuh
respect juga menjadi ajaran yang tertea dalam kitab suci. Selain itu, perempuan
dan laki-laki memiliki persamaan dalam membantu dan melayani orang lain yang
memang membutuhkan, sesuai dengan ajaran yang tertulis dalam Kitab Suci.
Perempuan sama seperti laki-laki dipanggil untuk melayani orang-orang lain,
menyatakan buah Roh (Galatia 5:22-23), dan untuk memproklamirkan injil kepada
mereka yang belum mengetahuinya (Matius 28:18-20; Kisah Rasul 1:8; Petrus
3:15).[3]
Peran Feminis Kristen
Kesadaran feminis
dalam tradisi Kristen muncul sejak tahun 1820-an. Kesadaran ini terjadi sejalan
dengan hasrat yang kuat dari perempuan Amerika untuk melakukan perubahan
social.[4]
Pada awal abad ke-20, para sarjana perempuan di bidang Kitab Suci sudah
memperlihatkan kemampuan ilmiah yang kuat dibidangnya, namun tidak pernah
secara sadar bersikap feminis. Baru pada tahun 1970-an anggota perempuan dari
The Society of Biblical Literature (SBL) menegaskan bahwa pendekatan
hermeneutic dari feminis bermanfaat untuk karya mereka. Selama abad ke-19,
sebagai respon terhadap penafsiran Kitab Suci yang merugikan perempuan,
sebagian besar kaum perempuan melakukan sebaliknya, yakni mereka memproduksi
strategi-strategi yang berimplikasi kepada pengagungan dan kultus terhadap
kedudukan perempuan. Jika perempuan dalam agama diciptakan setelah laki-laki
dan dibatasi aktivitasnya hanya pada bidang-bidang tertentu saja, maka mereka
melihat justru inilah letak kekuatan perempuan. Bagi mereka, realitas ini
merupakan suatu tantangan dan merupakan panggilan khusus yang diberikan Tuhan
untuk kaum perempuan.
Perjuangan feminis Kristen kearah melahirkan peradaban dan kebudayaan
yang responsive gender terus dilakukan hingga diabad ke-20 ini. Tokoh-tokoh
feminis Kristen seperti Rosemary L. Ruether berlanjut hingga sekarang.
PEREMPUAN, AGAMA DAN TRANSFORMASI SOSIAL DALAM AGAMA KRISTEN
Banyak pihak beranggapan bahwa kesetaraan yang dirasakan sekarang ini
merupakan buah manis dari penindasan yang telah diterima para perempuan sejak
berabad-abad lamanya. Buah manis ini, ternyata tidak selamanya manis. Berbagai
kontroversi dan kritikan tajam terus menghujam dalam perjalanan ini. Ketika
perempuan telah memiliki hak pendidikan yang sama dengan kaum lelaki, ketika
para perempuan telah mendapatkan hak untuk menyuarakan pendapatnya di hadapan
khalayak, ketika para perempuan menjabati posisi-posisi teratas dari perusahaan
tertentu, dan ketika anggapan bahwa tempat para perempuan adalah dapur, sumur,
dan kasur telah mulai memudar; para perempuan justru merasakan suatu
ketimpangan yang nyata yang terjadi di bumi ini. Perempuan tidak lagi menjadi
korban penindasan kaum lelaki, tetapi perempuan menjadi penindas lelaki (dalam
beberapa kasus) atau menjadi penindas bumi dan alam semesta.
Berbicara tentang gender dan kesetaraan dalam agama Kristen, perempuan
memiliki sejarah yang amat panjang. Karena Kristen merupakan sebuah agama
sejarah. Sehingga keterkaitan dengan agama-agama pendahulunya juga menjadi
tolok ukur hukum-hukum dalam Kristiani. Perjalanan kaum feminis dalam
menciptakan sejarahnya sendiri, mendirikan aliran teologinya sendiri—yang tidak
lagi bersifat pro lelaki dan patriarki, tetapi lebih pro perempuan dan
mengedepankan pengalaman/ sejarah perempuan—dan menciptakan tatanannya sendiri,
sehingga muncul istilah seperti “suami-suami takut istri”.
LATAR BELAKANG MUNCULNYA GERAKAN TEOLOGI FEMINIS
Diawali oleh beberapa teolog wanita dan mahasiswi seminari mengembangkan
satu jurusan teologi baru yang mereka sebut dengan Teologi Feminis. Teologi ini
dipengaruhi oleh gerakan pembebasan wanita yang mewabah ke seluruh dunia,
khususnya bagi masyarakat Amerika Utara. Akar dari aliran Feminisme ini sudah
ada sejak awal abad 20, yaitu pada masa sesudah penghapusan perbudakan dan hak
pilih kaum wanita diakui dan dilegalitaskan di Amerika dalam
undang-undang. Lalu mulai ada beberapa penulis wanita merasa terbeban
dalam mengembangkan dan memperluas pengaruh gerakan Feminisme ini ke dalam
suatu karya tulisan/buku. Mereka menyoroti pengaruh 'patriarchal' yang ada di
dalam Alkitab dan penafsiran tradisi gereja secara socio-cultural dalam
hal ini khususnya konsep Allah Tritunggal.[5]
FEMINIS TEOLOGI
Feminisme Kristen merupakan salah satu aspek dari teologi feminis yang
mengupayakan kemauan dan pemahaman akan kesetaraan laki-laki dan perempuan
secara moral, sosial, spiritual dan dalam kepemimpinan dalam perspektif
Kristen. Feminis Kristen berpendapat bahwa kontribusi para perempuan sangat
dibutuhkan untuk dapat memahami ajaran Kristen secara menyeluruh. Para feminis
Kristen meyakini bahwa Tuhan tidak membedakan manusia berdasarkan
karakteristik-karakteristik biologis seperti jenis kelamin dan ras. Isu utama
mereka termasuk tatanan perempuan, dominasi laki-laki dalam hukum pernikahan
Kristen, pengakuan atas kesetaraan kapasitas spiritual dan moral, hak-hak
reproduktif, dan pencarian tuhan transenden feminin atau gender.
Pemikiran kaum feminis pada awalnya menekankan pada kritik-kritik
terhadap ayat-ayat Alkitab yang dianggap mendiskriminasi ataupun menyudutkan
kaum perempuan. Oleh karena itu, pada permulaan gerakannya, kaum feminis
memunculkan metode baru menafsirkan Alkitab yang dikenal dengan Hermeneutik
Feminis.
PEMIKIRAN DAN KRITIK FEMINIS TEOLOGI
Titik tolak teologi feminis adalah pengalaman perempuan, dan penolakan
terhadap sistem ‘patriarki’ (struktur masyarakat dimana kaum laki-laki lebih
superior dibandingkan perempuan). Perempuan, dalam argumentasi teologi feminis,
akan berhasil menjadi manusia utuh dengan berakhirnya sistem patriarki.
Teks-teks dalam Alkitab sangatlah patriarkis, beberapa feminis teologi
beranggapan bahwa keseluruhan teks Alkitab adalah candu, sementara sebagian
yang lain menganggap bahwa inti ajarannya dapat diterima.
Secara umum, para teologi feminis digolongkan dalam lima (sampai yang
telah banyak dianalisa, mungkin telah muncul kelompok-kelompok baru dengan
pandangan baru) kelompok. Para teolog bible feminis dewasa ini kebanyakan
adalah mereka yang berangkat dari pemikiran tradisi reformasi feminis
liberal—yang dalam sejarahnya meminimalisir perbedaan antar-jenis kelamin dan
memperjuangkan kesempatan yang setara di Gereja. Para teologi feminis
post-biblikal lebih tertarik pada feminis romantik yang merasa nyaman untuk
merayakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Variasi dalam teologi
feminis hampir tidak terbatas. Karena baik para perempuan berkulit gelap,
perempuan asia, penduduk-penduduk lokal di semua wilayah di dunia tersebar
dalam kelompok pemikiran feminisme baik itu konservatif maupun radikal. Diantara beberapa aliran teologi feminis
adalah: [6]
1.
Feminis
Evangelikal
2.
Feminism bibikal
3.
Feminis bost-bibikal
4.
Goddess
feminists
5.
Feminis
Wicca
PEREMPUAN DAN GEREJA DI ERA MODERN
Perempuan telah menempati wilayah yang penting dalam tradisi gereja
modern. Di awal abad 20, perempuan Katholik telah bergabung dengan berbagai
organisasi dan institusi keagamaan dalam jumlah besar, dimana pengaruh mereka
cukup kuat terutama dalam bidang pendidikan anak, sekolah tinggi bagi para
wanita, keperawatan dan ilmu kesehatan, pengurusan terhadap anak-anak yatim,
dan kepedulian terhadap pengidap penyakit tertentu (seperti HIV/ AIDS dsb).
Pada Konsili Vatikan II pada tahun 1960, struktur organisasi keagamaan Katholik
dibebaskan, terutama bagi para perempuan. Sehingga di akhir pertengahan abad
20, perempuan telah memiliki posisi yang kuat di mata Gereja karena mereka
bertanggung jawab terhadap aspek-aspek tertentu di bawah naungan gereja. [7]
Gerakan reformasi sosial keagamaan untuk kesetaraan gender abad ke 20
Kristen adalah sebuah agama yang selalu mempunyai keterlibatan yang
mendalam terhadap isu-isu yang berhubungan dengan wanita dan agama. Yakni
seorang perempuan dari dunia kristen yang memulai untuk mendesak bahwa
perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Pada zaman gereja
kristen dan di dalam ilmu agama, tema-tema yang berhubungan dengan wanita telah
muali diterima sebagai sebuah perhatian besar. Dalam pertimbangan lain, isu-isu
tanpa melibatkan perspektif perempuan, mendapatkan kritik untuk meninjau hal
ini dari perspektif laki-laki. Ini menunjukkan betapa pentingnya hal ini untuk
mempertimbangkan perspektif perempuan: sedikit banyak pertimbangan yang
mengarah ke perempuan telah menjadi sebuah standar untuk menilai
pandangan-pandangan masyarakat.
[1] Ida Rosyidah dan Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama,
(Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press, 2013), hal. 75
[3] Ida Rosyidah dan Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama,
(Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press, 2013), h.86
[4] Ida Rosyidah dan Hermawati, Relasi Gender dalam Agama-agama,
(Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press, 2013), h.101
[6] Sharon James. An Overview of Feminist Theology. Article translate by
fathimah al-batul A. diunduh
[7]PerempuandimataGereja.http://en.wikipedia.org/wiki/Women_in_Church_history#Modern_times diunduh
pada 16 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar