Senin, 07 Desember 2015



RESPONDING PAPER “TEORI FEMINISME”
Khilda Fauzia
1112034000194
Pengertian Feminisme
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman, berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis, sebagai hakikat alamiah, masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis cultural). Dengan kalimat lain, male-female mengacu pada seks, sedangkan masculine-feminine mengacu pada jenis kelamin atau gender, sebagai he dan she (shelden, 1986), jadi tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya (Ratna, 184).
Dari ungkapkan teori diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan feminisme dilakukan untuk mencari keseimbangan gender. Gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari rasisme, stereotyping, seksisme, penindasan perempuan, dan phalogosentrisme. Gerakan feminisme adalah suatu gerakan yang meminta persamaan hak wanita dan lelaki atau juga yang disebut dengan gerakan kesetaraan gender berasal dari pandangan hidup masyarakat Barat. Menurut The New Encyclopedia of Britanica disebutkan bahawa : “Feminism is the belief, largely originating in the West, in the social, economic, and political equality of the sexes, represented worldwide by various institutions committed to activity on behalf of women’s rights and interests”. ( Feminisme adalah keyakinan yang berasal dari Barat berkaitan dengan kesetaraan sosial, ekonomi dan politik antara lelaki dan perempuan yang tersebar ke seluruh dunia melalui organisasi yang bergerak atas nama hak-hak dan kepentingan perempuan). Keseimbangan gender adalah untuk mensejajarkan posisi maskulin dan feminin dalam konteks satu budaya tertentu. Hal ini dikarenakan, dalam satu budaya tertentu feminine sering dianggap inferior, tidak mandiri dan hanya menjadi subjek. Untuk itu feminisme bisa juga dikatakan sebagai gerakan untuk memperjuangkan kaum perempuan menjadi mandiri. Karena gerakan feminisme ini merupakan sebuah ideologi yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi kaum perempuan untuk mencapai kesetaraan sosial, feminisme berkembang menjadi beberapa bagian seperti feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme anarkis, feminisme sosialis, feminisme postkolonial, feminisme postmodern, feminisme marxis.
Sejarah Feminisme[1]
 Munculnya gerakan feminisme pada masyarakat Barat tidak terlepas dari sejarah masyarakat Barat yang memandang rendah terhadap kedudukan perempuan, dan kekecewaan masyarakat Barat terhadap pernyataan kitab suci mereka terhadap perempuan. Pakar sejarah Barat, Philip J.Adler dalam buku “World Civilization” menggambarkan bagaimana kekejaman masyarakat Barat dalam memandang dan memperlakukan perempuan. Sampai abad ke 17, masyarakat Eropah masih memandang perempuan sebagai jelmaan syaitan atau alat bagi syaitan untuk menggoda manusia, dan meyakini bahawa sejak awal penciptaannya, perempuan merupakan ciptaan yang tidak sempurna. Oleh sebab itu perempuan disebut dengan “female” yang berasal dari bahasa Greek. Ayat “femina” berasal dari kata “fe” dan “minus”. “Fe” bermakna “fides”, atau “faith” yang bererti kepercayaan atau iman. Sedang “mina” berasal dari kata “minus” yang bererti “kurang”. Maka “femina” adalah “seseorang yang mempunyai iman yang kurang”.
Dalam kitab Bible terdapat banyak ayat yang memberikan pandangan rendah terhadap kedudukan perempuan, seperti :
“Kejahatan lelaki lebih baik daripada kebajikan perempuan dan perempuanlah yang mendatangkan malu dan nista( Sirakh 42 : 14 )
“Setiap keburukan hanya kecil dibandingkan dengan keburukan perempuan, mudah-mudahan ia ditimpa nasib orang yang berdosa( Sirakh 25 :19)
“Derajatnya (perempuan) di bawah lelaki dan harus tunduk seperti tunduknya manusia kepada Tuhan(Efesus 5 : 22 )
“Permulaan dosa dari perempuan dan kerana dialah kita semua mesti mati(Sirakh 25 : 4 )
“Wujud kutukan Tuhan terhadap perempuan adalah kesengsaraan saat mengandung, kesakitan ketika melahirkan, dan akan selalu ditindas lelaki kerana mewariskan dosa Hawa( Kejadian 3: 16 )
“Perempuan harus tutup mulut di gereja, tidak ada hak untuk bersuara, dan bertanya dalam satu jemaah. Jika harus bertanya tentang sesuatu yang belum difahami, dia harus bertanya kepada suaminya di rumah( Korintus 14 : 34-35)
“Anak perempuan tidak mendapatkan warisan, kecuali jika tidak ada pewaris lagi dari pihak lelaki ( Bilangan 27 : 8 )
“Seorang isteri tidak mempunyai hak pewarisan dari suaminya( Bilangan 27 : 8-11)
Sikap Kitab suci Bible terhadap perempuan tersebut mengakibatkan sikap gereja yang merendahkan perempuan sebagaimana dinyatakan oleh Paderi St.John Chrysostom (345-407) “Wanita adalah syaitan yang tidak dapat dihindari, suatu kejahatan dan bencana yang abadi dan menaik, sebuah risiko rumah tangga. Thomas Aquinas, dalam tulisannya “Summa Theologia” setuju dengan pernyataan Aristotle yang menyatakan bahawa : “ Perempuan adalah lelaki yang cacat atau memiliki kekurangan (defect male)”. Sedangkan Imanuel Kant menyatakan bahwa : “Perempuan mempunyai perasaan yang kuat tentang kecantikan dan keanggunan dan sebagainya, tetapi kurang dalam bidang kognitif dan tidak dapat memutuskan tindakan moral “
Pada abad Pertengahan, gereja berperanan sebagai pusat kekuasaan. Akibatnya kekuasaan politik memandang rendah terhadap kedudukan perempuan. Sebahagian besar perempuan dianggap sebagai anak kecil-dewasa yang dapat digoda atau dianggap tidak memiliki akal yang sempurna, sehingga perempuan yang berkahwin di abad pertengahan tidak memiliki hak untuk bercerai dari suaminya dengan alasan apapun juga. Francis Bacon dalam bukunya “Marriage and Single Life” menerangkan bahawa perempuan menyimpan benih keburukan sehingga harus selalu diawasi oleh ahli keluarga lelaki atau suaminya apabila dia sudah berkahwin. Oleh sebab itu, hidup tanpa nikah merupakan kehidupan ideal bagi seorang lelaki, kerana jauh dari pengaruh buruk perempuan dan beban anak-anak, sehingga mereka dapat memberikan perhatian yang penuh pada kehidupannya dalam masyarakat.
Perlawanan terhadap kekuasaan gereja telah dimulai dengan terjadinya Revolusi Perancis (1789). Perjuangan kebebasan atas dominasi gereja dan Raja tersebut juga memberikan pengaruh besar pada gerakan perempuan dalam masyarakat Barat. Kaum perempuan saat itu bergerak memanfaatkan gerakan politik di tengah pemberontakan rakyat yang berdasarkan kebebasan (liberty), persamaan (equality) dan persaudaraan (fraternity). Pada waktu itu, perempuan Perancis berjalan di pasar-pasar bersama dengan pasukan kebangsaan menuntut agar Raja mengawal harga dan menyediakan roti di rumah-rumah. Gerakan perempuan Perancis bersama kelompok revolusi menginginkan sistem kerajaan digantikan dengan sistem republik, berdasarkan persamaan hak dan demokrasi. Gerakan kebebasan politik terus berlangsung sehingga pada tahun 1792 kaum perempuan memperoleh hak untuk dapat bercerai dari suaminya. Mary Wollstonecraft pada tahun 1792 juga menulis buku “A Vindication of the Right of Women” yang menentang anggapan bahawa perempuan hanya untuk memberi kepuasan seksual kepada lelaki, dan menjelaskan bahawa perempuan mempunyai peluang yang sama dengan lelaki dalam hal ekonomi, pendidikan, sosial, dan politik. Sejarah mencatatkan bahawa hanya pada tahun 1920 perempuan masyarakat Barat baru mendapat hak memilih dalam pilihan raya.
Latar belakang kedudukan perempuan di Barat tersebut akhirnya memunculkan gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak dengan kaum lelaki. Lucretia Mott dan Elizabeth Cady Stanton pada tahun 1848 mengadakan sidang akhbar Konvensyen Hak-hak Perempuan di Seneca Falls yang dihadiri oleh 300 peserta dan menghasilkan deklarasi yang menuntut reformasi hukum perkahwinan, perceraian, pewarisan harta dan anak. Konvensyen Perempuan di Seneca Falls itu merupakan protes terhadap Konvensyen Penghapusan Perhambaan pada tahun 1840 di mana kaum perempuan tidak diberi hak untuk mengemukakan pendapatnya.10 Tahun 1895, Elizabeth Candy Stanton, menerbitkan buku “The Women Bible” di mana dia mengkaji seluruh teks Bible yang berkaitan dengan perempuan, dan mengambil kesimpulan bahawa kitab suci Bible mengandungi ajaran yang menghina perempuan, dan dari ajaran inilah terbentuk dasar-dasar pandangan Kristian terhadap perempuan. Berikutnya, Stanton berusaha meyakinkan bahawa Bible bukanlah kata-kata Tuhan, tetapi sekadar himpunan tentang sejarah dan cerita yang ditulis oleh kaum lelaki, dan oleh sebab itu perempuan tidak memiliki kewajipan moral untuk mengikuti ajaran Bible.
Gerakan pembaharuan intelektual “Renaissance” di Barat memberi pengaruh yang kuat terhadap gerakan feminisme dan kesamaan gender. “Declaration of the Right of Man and of the Citizen” yang muncul pada tahun 1789 menjelaskan tentang kewarganegaraan Perancis gagal memberikan status yang sah kepada perempuan sehingga pada tahun 1791 diisytiharkan “Declaration of the Right of Women and the (Female) Citizen” yang menyatakan bahawa bukan sahaja perempuan setaraf dengan lelaki, tetapi merupakan pasangan (partner) dalam seluruh bidang kehidupan.
Kaum Feminisme kemudian mengembangkan konsep persaman gender, di mana gender berbeza dengan kelamin, sebab kelamin (sex) merujuk kepada anatomi-biologi, sedangkan gender dipengaruhi oleh keadaan sosial, budaya, agama dan hukum. Oleh sebab itu menurut Lips dalam A New Psychology of Women, gender tidak hanya terbatas pada jenis kelamin feminin dan maskulin, tetapi juga pada jenis yang ketiga yang tidak dapat digolongkan dalam feminin dan maskulin seperti kaum homoseksual, heteroseksual. H.T.Wilson dalam buku Sex and Gender, mendefinisikan gender:
“Suatu dasar untuk menentukan perbezaan lelaki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi lelaki dan perempuan”. Oleh kerana itu gerakan persamaan gender ini tidak mempersoalkan perbezaan identiti lelaki dan perempuan dari segi anatomi biologi atau jenis kelamin, tetapi mengkaji aspek sosial, budaya, psikologi, dan aspek–aspek non-biologi lainnya”.
Gerakan feminisme atau persamaan gender ini berasal dari ajaran persamaan (equality) dalam segala hal dalam masyarakat Barat. Salah satu teori feminisme radikal adalah menuntut persamaan hak antara lelaki dan perempuan dalam soal hak sosial dan juga hak-hak seksual. Jika kepuasan seksual dapat diperoleh antara hubungan lelaki dan perempuan, maka dalam teori persamaan gender, kepuasan seksual dapat diperoleh dari kepuasan hubungan sesama jenis kelamin, baik sesama lelaki (homoseksual) atau sesama perempuan (lesbian). Oleh sebab itu kaum homoseksual atau kelompok lesbian harus diberi hak sama sebagaimana yang diberikan kepada kaum lelaki dan wanita yang lain. Bagi gerakan feminisme, seorang wanita tidak boleh mempunyai kebergantungan hidup kepada lelaki baik dalam soal keperluan hidup, ekonomi, politik, sampai kepada keperluan seksual. Sikap memberikan hak yang sama kepada kaum homoseksual juga merupakan tindak balas terhadap kekejaman masyarakat Barat terdahulu kepada kaum Homo. Robert Held, dalam bukunya “Inquisition” menerangkan bagaimana sikap masyarakat Barat dahulu yang sangat kejam terhadap kaum homo, dengan memuat gambar-gambar dan lukisan model alat yang dipakai untuk penyeksaan seperti pencungkil mata, gergaji pembelah manusia, pemotong lidah, alat penghancur kepala, terhadap perempuan dan kaum Homo. Sikap kekejaman akhirnya menuntut kebebasan tanpa batas terhadap hak-hak perempuan dan kaum Homo. Seakan-akan masyarakat Barat terjebak dalam dua sikap yang berlebih-lebihan (sikap ekstrem) di mana dahulu mereka memperlakukan perempuan dan kaum Homo dalam tingkat kekejaman dan sekarang mereka memberikan hak kebebasan sebagai kemarahan atas perlakuan terdahulu. Dapat diambil kesimpulan bahawa tuntutan kebebasan perempuan dan persamaan gender tersebut hanya sesuai pada masyarakat Barat yang mempunyai sejarah penindasan terhadap perempuan, dan tidak sesuai bagi masyarakat yang telah menghargai perempuan seperti masyarakat Muslim yang mempunyai ajaran dan tradisi memuliakan perempuan.
Teori-Teori Feminisme
a.       Feminisme Kultural
Feminisme kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut perempuan yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Feminisme kultural menyatakan bahwa proses berada dan mengetahui perempuan bisa jadi merupakan sumber kekuatan yang lebih sehat bagi diproduksinya masyarakat adil daripada preferensi tradisional pada budaya androsentris bagi cara mengetahui dan cara mengada laki-laki.
b.      Feminisme Liberal
Feminisme liberal berpendapat perempuan dapat mengklaim kesetaraan dengan laki-laki berdasarkan kemampuan hakiki manusia untuk menjadi agen moral yang menggunakan akalnya, bahwa ketimpangan gender adalah akibat dari pola pembagian kerja yang seksis dan patriakal dan bahwa kesetaraan gender dapat dihasilkan dengan mentransformasikan pembagian kerja melalui pemolaan ulang institusi-institusi kunci hukum, kerja, keluarga, pendidikan dan media.
Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
c.       Feminisme Radikal
Feminisme Radikal didasarkan pada keyakinan sentral (1) bahwa perempuan memiliki nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan dimanapun berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki.
d.      Teori Psikoanalitis Feminis
Teori ini menjelaskan penindasan perempuan berdasarkan deskripsi psikoanalitis dorongan psikis laki-laki menggunakan kekerasan untuk memaksa perempuan tunduk.
e.       Feminisme Sosialis
Proyek teoritis feminisme sosialis mengembangkan tiga tujuan (1) untuk melakukan kritik atas penindasan berbeda namun saling terkait yang dilakukan oleh patriarki dan kapitalisme dari sudut pandang pengalaman perempuan (2) mengembangkan metode yang eksplisit dan tepat untuk melakukan analisis sosial dari pemahaman yang luas tentang materialisme historis (3) memasukkan pemahaman tentang signifikasi gagasan ke dalam analisis materialis tentang determinasi kehidupan manusia. Feminisme sosialis telah menetapkan proyek formal yaitu mencapai sintesis dan langkah teoritis di luar teori feminis.
f.       Teori Interseksionalitas
Teori ini diawali dari pemahaman bahwa perempuan mengalami penindasan dalam berbagai konfigurasi dan dalam berbagai tingkat intensitas. Penjelasan utama dari teori interseksionalitas adalah semua perempuan secara potensial mengalami penindasan berdasarkan gender, perempuan secara berbeda tertindas oleh beragam interaksi tatanan ketimpangan sosial.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal berjudul “GERAKAN FEMINISME, PERSAMAAN GENDER  DAN PEMAHAMAN AGAMA ( BAHAGIAN I ) ditulis oleh Muhammad Ariffin bin Ismail



[1] Muhammad Ariffin bin Ismail, “GERAKAN FEMINISME, PERSAMAAN GENDER DAN PEMAHAMAN AGAMA ( BAHAGIAN I )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar